Lupa Suaranya, tapi Jangan Lupa Lantunkan Doa

“Ibu mau apa liburan akhir tahun ini? Mau umroh? Atau jalan-jalan ke Lembang lagi, sama sekalian ke Daarut Tauhid-nya Aa Gym?”

Ibu diam saja. Tak mengucapkan sepatah kata pun.

“Gimana, Ibu? Ibu… yuk gapapaa, pilih yang mana? Atau Ibu ada pilihan lain?”

Ibu berusaha menjawab. Bibirnya komat kamit, tapiii…

“Ibu…. Ibu… aku kok nggak bisa dengar suara Ibu…. Ibu jawabnya agak kenceng dikit yaaa… Aku ngga dengar suara Ibu… aku lupa suara Ibu…..”

Astaghfirullah… Astaghfirullah…. Saya mengucap istighfar sembari mengusap bulir air yang menderas dari mata. Cuma mimpi. Ternyata, saya Cuma mimpi bersua dengan Ibunda. Tapi yang bukan mimpi adalah: saya benar-benar lupa dengan suara beliau. Sudah berusaha keras saya cari record video yang ada Ibu. Saya yakin, beberapa kali saya pernah merekam beliau, ketika tengah bercengkrama dengan Sidqi, cucu tersayangnya. Tapi entah kenapa, rekaman video itu tak kunjung saya temukan. Sepertinya ada di gadget jadul yang udah ga jelas bentukannya.

Saya berupaya mengorek laci ingatan… masak iya sihh, saya lupa suara ibu kandung saya. Masa iya, saya lupa suara yang beliau lontarkan manakala mendoakan, men-support, mengapresiasi, menyampaikan nasehat, ayat al-Quran, tausiyah singkat ala ibuku… masak iya sayaa lupaaaa suara ibu, yang telah melahirkan, membesarkan dan mendidikku dengan susah payah?

Ya Allah…. Ternyata memori manusia memang ada batasnya. Bahkan untuk sekadar menampilkan ingatan tentang suara Bunda saja, saya tidak bisa.

Buat teman-teman yang masih ada orangtua, jangan lupa untuk banyak-banyak mengabadikan kenangan. Bukan hanya dalam bentuk foto…. Ada baiknya dalam format video juga. Jangan sampai apa yang menimpa saya, terjadi dalam kehidupan Anda. Lupa suara Ibunda. Menyedihkan sekali memang.

LUPA SUARA, TAPI JANGAN LUPA BERMUNAJAT DAN LANTUNKAN DOA

Entah mungkin karena dosa saya yang begitu menggunung, akhirnya saya alami ini: lupa suara Ibunda. Kendati demikian, saya tidak mau menyerah, ambil kesempatan untuk jadi “investasi amal” buat Ibu. Yap, dalam ajaran Islam, ketika seseorang berpulang, maka ia sudah tidak bisa memperpanjang amal lagi, kecuali dalam tiga hal: “Sedekah Jariyah, Ilmu yang Bermanfaat, Anak yang Selalu Mendoakan”.

Saya bertekad untuk selalu berupaya agar almarhumah Ibu senantiasa nyaman dan gembira, meski kami tak lagi berada di zona yang sama. Sepanjang hidup, beliau adalah guru… mengajarkan ilmu kimia ke murid-murid SMA-nya, serta mengajarkan al-Qur’an dan tafsirnya kepada ibu-ibu lansia di perumahan kami. Saya yakin, ilmu bermanfaat yang Ibu tebarkan sudah lebih dari cukup. Ibu berpulang tahun 2016, dan sampai detik ini, adaaaa saja murid-murid beliau yang berbagi testimoni. “Bu Fat itu kalau ngajar baca al-Qur’an, sabaarr sekali. DIskusi tentang Islam Bersama Bu Fat selalu menyenangkan. Kangen sekali rasanya, saya ingin dapat guru seperti Bu Fat, diajar oleh beliau itu mengesankan,” begitu ujar ibu mertua Mbak Wiwid, salah satu murid ngaji ibuku.

Menjalin silaturahmi dengan teman-teman Ibu… itu juga yang saya lakukan, demi tetap bisa merawat ingatan. Selalu terdengar cerita-cerita indah seputar ibu. Termasuk tatkala kami semua begitu terpukul, dengan kenyataan bahwa Ibu terserang Kanker Paru. Sedih, nelangsa, perasaan kacau bercampur jadi satu.

“Tapi, Ibu selalu ingatkan kami untuk ibadah dan ngaji terus, Mbaa… Kami semua selalu berdoa untuk kebaikan Bu Fat…” ucap teman kajian Ibuku. Terngiang lagi, atmosfir harapan yang menguar, bahwa kondisi Ibu akan membaik… bahwa pengobatan dan tindakan medis, akan membawa kesembuhan. Bahkan ketika kondisi Ibu makin memburuk-pun, saya dan semua teman Ibu masih menyimpan asa, bahwa Ibu akan membaik…. Ibu akan membaik….

Kita tahu, semua manusia akan mati, begitu juga dengan kita. Besok, lusa, atau masih belasan tahun lagi. Akankah ini melemahkan daya juang untuk memperjuangkan setiap kesempatan yang Allah bukakan, untuk meraih kesembuhan?

Setiap yang hidup, pasti akan mati. Maka terkait kematian, secara pribadi saya harus menjawab bahwa saya masih terus berjuang untuk makin siap. Saya berupaya keras untuk tidak lagi terobsesi mencari tahu jawaban akan “Kapan aku mati?” 

Lebih baik, saya mengisi sisa usia, untuk lebih fokus pada hidup dan kehidupan yang tengah saya jalani. Menebar manfaat untuk orang-orang di sekeliling… melakukan hal positif sesuai kemampuan yang saya miliki.

Itu sudah.

Leave a comment