Apakah dunia ibu-ibu selalu identik dengan “kompetitif”, saling membanding-bandingkan atau nyinyir tiada akhir? Hohoho, berhubung saya belum pernah bikin riset serius soal ini, well, paling tidak kita bisa lihat dari tren belakangan lah ya. Pernah dengan kalimat semacam:
“Eh, lahiran pakai caesar ya? Tsaelahhh, takut mau lahiran normal?”
“Loh, kok anaknya dikasih sufor (susu formula) sih? Bayi saya dong, full ASI. Anak situ bayinya manusia kan? Bukan bayi sapi kan?”
“Eh, MPASI (Makanan Pendamping ASI)nya beli di minimarket ya? Ya ampuun, jadi ibu tuh enggak boleh males. Saya dong, bikin MPASI. Lebih higienis dan ekonomis.”
“Loh, punya anak bayi masih kerja full time di kantor? Nggak sayang sama bayi ya? Uuuh, istri sholihah mestinya full time mother kayak saya duooong.”
“Apa?? Anaknya ikutan homeschooling? Enggak takut jadi anti-sosial? Anakku dong, masuk di sekolah internasional. Biar dia siap think and act globally gitu…”
Errrr…. terasaaa… pernah denger di manaaaa gitu kan? Hehehe. Idem deh, ama saya. Yang namanya, kompetisi tuh bukan cuman di tipi, ala-ala X-Factor, Indonesian Idol, dan sejenisnya. Justru, kompetisi yang sangat membumi ada di sebelah-sebelah kita. Saban ketemu ibu-ibu, selaluuuu aja digerus pertanyaan yang bikin jantung berdentam memancarkan hasrat ingin muntab, tapiii, nggak bisa tersalurkan dengan maksimal, hiks.
Eneg ya, denger judgment dari orang lain. Padahal, siapa sih kita? Who are we to judge? Kalaupun kita ngerasa “lebih mulia” dari yang lain, ya sudah, stop sampai di situ. (bahkan, merasa “lebih mulia” saja, di agama saya udah dicap sebagai ujub, dan ini termasuk dosa). Nggak perlu deh, kemudian bikin orang lain jadi kelimpungan, gegara dengar komentar yang nyelekit, dan hellow, pernah mikirin enggak, gimana perasaan korban terkomentari ituh?
Wah, wahh… ketimbang meladeni komentar nyinyir, sepertinya saya kudu mulai #beranilebih bersikap asertif.
Siapa dirimu, tidak ditentukan oleh komentar orang lain, melainkan ditentukan oleh SIKAP dan RESPONS dalam menanggapi komentar itu. Owkeeh, kalo gitu, manakala denger komentar yang makjleeeb (in a negative way) bersikaplah santai, cool, dan teteup elegan :))
Anggap saja, itu semata keisengan mereka dalam mendayagunakan organ wicara dan kekepoan akut yang terkristalisasi dalam beberapa aksara.
Lalu? Move on! Tiap manusia pasti punya pilihan hidup masing-masing. Belum tentu apa yang kau pilih lebih buruk dari yang lain, vice versa. So, ketimbang pusing mikirin printhilan beginian, segera susun langkah strategis dan taktis, agar hidup kita kian bermakna dan siap menjemput bahagia. Cheeriooo…!
FB : Nurul Rahmawati
twitter: @nurulrahma
Tulisan ini diikutsertakan dalam Kompetisi Tulisan Pendek #beranilebih
