Urgensi Sustainable and Responsible Traveling

Kenapa kita harus melakoni prinsip sustainable traveling? Ada banyak alasan yang bisa dipaparkan. Di antaranya, tentu karena setiap manusia kudu berkontribusi untuk melestarikan lingkungan. Kasihan Planet Bumi ini kalau terus-menerus “disiksa” oleh perilaku kita manakala berwisata. Buang sampah sembarangan, emisi gas yang terlalu tinggi, dan banyak hal lainnya. Tidakkah kita ingin memberikan jejak positif pada Bumi yang makin sehat dan nyaman dihuni?

Adalah Pantai Bama, destinasi yang menyadarkan saya, tentang urgensi sustainable traveling. Pantai Bama yang super memukau ini, terbentang di Kawasan Taman Nasional Baluran, Situbondo Jawa Timur. Sebelum berangkat, kami sudah diwanti-wanti oleh Ibu Maylia, pengelola Baloeran Ecolodge tempat kami menginap.

“Kalau udah nyampai pantai Bama, hati-hati dengan kawanan monyet liar yang ada di sana yah! Jangan sekali-kali menunjukkan kemasan makanan atau tas kresek, karena PASTI bakal direbut oleh monyet-monyet itu!”

Tentu saja, kami pegang teguh saran Ibu Maylia. Benar saja, ketika sedang parkir, ada bapak-bapak di sebelah kami yang sedang membawa bekal makanan dalam tas kresek.  Tanpa basa-basi, kawanan monyet auto datang dan sruuuttt! Bekal makanan langsung berpindah tangan! Wah wahh waahhh.  Bapak tadi hanya bisa tertawa kecut. Anaknya yang rada panik bin ketakutan, lihat tingkah monyet ga ada akhlak. Tanpa canggung dan malu, si monyet auto mengganyang bekal yang ia rampas barusan.

Heyyy, monyet, kalian kok bisa nir-adab kayak gitu ya?

Kami pun ngobrol dengan salah satu pedagang warung makanan di TN Baluran. Usut punya usut, monyet-monyet ini kian agresif gara-gara ulah beberapa pengunjung yang kerap membuang sampah kresek (plastik hitam) berisi sisa makanan. Sebuah ide brilian tertanam di benak para monyet. Bahwa, kresek identik dengan wadah makanan manusia yang super lezat. Jadi, ketika melihat manusia bawa kresek/ kemasan plastik snack, tanpa ragu-ragu si monyet langsung merampas begitu saja!

Lesson learned: Hai manusia, masih ingat slogan “Buanglah sampah pada tempatnya” kan? Slogan itu ada, untuk diterapkan dalam keseharian. Para monyet berubah jadi beringas, gegara perilaku pengunjung. Masih untung kalau hanya makanan yang tertelan. Bisakah dibayangkan, apa jadinya kalau sampah plastik tadi ikut termakan?

Wah, wahhh, sebagai emak blogger , saya antusias banget untuk menuliskan hal ini, gaes. Di satu sisi, pariwisata adalah sarana super menyenangkan untuk healing dan belajar banyak hal. Akan tetapi, kalau wisatawannya justru memberikan dampak negatif untuk lingkungan, apa kita hanya diam saja? Selain perkara sampah, kegiatan wisata juga menyumbang polusi yang lumayan dahsyat. Diperkirakan bahwa pada tahun 2050, kegiatan wisata akan menyumbang 40 persen emisi karbon di dunia. Sebanyak 72 persen emisi karbon dari pariwisata berasal dari transportasi, 24 persen dari akomodasi, dan sisanya 4 persen dari kegiatan pariwisata. Kondisi ini tentu mengarah kepada masalah lingkungan yang serius dan berujung pada perubahan iklim!

Inilah pentingnya sustainable and responsible traveling. Dilansir dari https://thinkconscious.id, Sustainable traveling adalah gaya hidup berkelanjutan berupa jalan-jalan ramah lingkungan. Tujuannya menjaga agar pariwisata dapat dipertahankan dalam jangka panjang tanpa merusak lingkungan alam dan budaya. Prinsip sustainable travel ini sekaligus memberikan manfaat ideal untuk lingkungan dan masyarakat yang berada di lokasi wisata. Caranya dengan memunculkan semakin banyak peluang pengelolaan sumber daya yang ada. Sehingga tercipta integritas budaya, ekonomi masyarakat, keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan.

Salah satu cara efektif adalah dengan tidak membawa atau membuang sampah plastik. Seperti yang menimpa kawanan monyet di pantai Bama Situbondo. Apabila tiap pengunjung sadar dan menerapkan sustainable and responsible traveling, maka tidak ada ceritanya monyet itu jadi beringas dan keracunan sampah plastik.

Membudayakan sustainable and responsible traveling, harus diakui bukan perkara mudah. Karena kita sedang bicara tentang jutaan pelancong, yang datang dari seluruh penjuru bumi. Masing-masing orang datang dengan kebiasaan/habit yang tidak sama. Kalau di rumah biasa buang sampah sembarangan, boleh jadi habit ini terbawa sampai lokasi plesir. Padahal, apapun jejak yang kita tinggalkan di lokasi wisata pastinya berdampak pada lingkungan dan organisme makhluk hidup yang ada di sana.

Bagaimana Aksi Kita?

Karena itulah, sustainable and responsible traveling harus dimulai dari diri kita sendiri. Kemudian, tularkan semangat ini kepada teman, tetangga, ataupun melalui konten yang kita bagikan di media sosial, blog, atau platform menulis seperti Kompasiana.

Seperti yang sudah saya singgung, prinsip ini kami jalankan, salah satunya setelah menyimak “warning” dari Ibu Maylia. Maka kami berangkat menuju TN Baluran (termasuk pantai Bama) tanpa membawa tas plastik.

Oh iya, selama ngetrip di Situbondo ini, kami juga memilih untuk tinggal di Baloeran Ecolodge. Ini adalah penginapan milik warga yang mengusung konsep ecology alias peduli terhadap alam dan lingkungan sekitar.

Adalah keluarga Bapak Nurdin Razak (fotografer alam liar dan praktisi cinta lingkungan) yang mengelola ecolodge ini. Semangatnya dalam kelestarian lingkungan hidup layak kita jadikan inspirasi. Kalau menginap di ecolodge, kita bisa berbincang dengan beliau, seputar tips berburu foto satwa liar, TANPA harus menimbulkan gangguan/ intimidasi pada mereka.

“Salah satunya, kita harus pakai kostum seperti semak-semak. Karena satwa liar itu, kalau lihat ada manusia, mereka biasanya kabur!”

Betul juga. Ketika berada di TN Baluran, kami gagal meng-capture ayam liar. Karena memang hewan-hewan itu merasa manusia bukan bagian dari ekosistem mereka kan?

Selain itu, ecolodge ini juga mengusung semangat pemberdayaan ekonomi warga. Pak Nurdin dan pengelola hanya menyediakan kamar akomodasi. Suasananya sangat homey. Cuaca bersahabat, tetap dingin walau tanpa AC. Udara segar berhembus dari jendela kamar, dan ajaibnya, tidak ada nyamuk di ecolodge ini! Ternyata Pak Nurdin menanam sejumlah herbal yang memang berfungsi untuk menghalau nyamuk-nyamuk nakal. Luar biasa!

Lantas, bagaimana untuk sarapannya? Menu soto ayam  yang kami nikmati pagi itu berasal dari hasil masakan para Bude, warga lokal di Kendal, Wonorejo, Kec. Banyuputih, Kabupaten Situbondo.

“Intinya kami ingin sama-sama memberikan kebermanfaatan. Ada multiplier effect utamanya di bidang ekonomi yang bisa dirasakan oleh masyarakat setempat,” lanjut Nurdin Razak.

Keberlanjutan perekonomian lokal adalah salah satu poin yang diusung prinsip Sustainable and Responsible traveling. Dengan menginap di homestay/ ecolodge milik warga lokal sekaligus mengonsumsi makanan yang disajikan oleh warga setempat, artinya saya berkontribusi untuk perputaran ekonomi yang makin sehat. Kalau begini, traveling jadi makin asyik kan?

35 comments

  1. Lingkungan bersih dan nyaman adalah impian semua makhluk hidup terutama manusia
    Sayangnya masih banyak orang yang tidak peduli dalam menjaga lingkungan hidup padahal itu untuk dirinya sendiri.

  2. Iya monyet-monyet berekor panjang di Pantai Bama sadis-sadis kalau merampas makanan dan benda-benda yang dibawa pengunjung. Tadinya aku pikir karena mereka lapar tapi di sekitar tidak ada pepohonan yang jadi sumber makanan mereka. Jadi ulah manusia yang membuang sampah sembarangan itu jalan keluar ya untuk mereka yang sedang lapar. Saya gak ngerti apakah pengelola Taman Nasional Baluran sudah menanam tumbuhan yang bisa jadi sumber makanan kawanan atau belum ya Mbak?

    • Aku belum sampai Situbondo nih mbak travelingnya, tapi cerita suami emang monyet disana suka ngrebut bawaan pengunjung ya. Air mineral suami sempat di rebut deh.
      Padahal kalau pegunjung bisa buang sampah di tempatnya kan lebih indah dan alami

  3. Huaa pengin ke Baluran kapan yaa. Kalau jalan2 apalagi sama anak2, bisa diingatkan nih ya untuk menumbuhkan kesadaran mereka membuang sampah pada tempatnya. Jangan sampai kena imbas lingkungan sekitarnya. Aku baru tau ada pantai Bama mba..

  4. Aku belum sempat menuliskan cerita kunjungan kr Taman Nasional Baluran nih hehehe. Betul, keseberihan lingkungan alam wajib dijaga sebaik2nya. Travelers harus sadar akan kebaikan ekosisrem alam dan hewan, jangan sampai merusak habitatnya.

  5. Sustainable untuk traveling ini menurutku perlu dan sangat penting sih, apalagi untuk para family taveling. Dari sini kita juga bisa menjaga kelestarian lingkungan ya. Baluran ini salah satu yang pengin aku datangi juga, jadi catatan juga nih kalau nanti kesana.

  6. sudah waktunya kita paham, sadar dan menerapkan sustainable dan responsible traveling ya mba. Dan sebenarnya tidak sulit, karena semuanya dimulai dari kebiasaan sederhana saja

  7. Cerdas banget monyet-monyet di Pantai Bama Kawasan Taman Nasional Baluran, Situbondo Jawa Timur.
    Serasa diingatkan oleh keadaan hewan yang tersakiti oleh kelakuan manusia. Jadi sebenernya yang nir-adab ini syapa yaa..??
    Huhuhu..jadi sedih kalau ingat betapa manusia mudah menggunakan plastik untuk kebutuhan sehari-hari.

  8. Kesadaran kayak gini tuh emang masih susah di masyarakat kita Mba. Yah kali kayak destinasi hutan ,atau wisata air terjun gitu. Dikira gak ada yang lihat, sampah dibuang dimanapun, kalo ke kawasan berbayar, merasa karna udah bayar tiket jadi mau sembarangan. Aku termasuk yg suka judes juga kalo lihat kayak gitu, ke tempat wisata ada aja yang buang sampah atau meninggalkan sampahnya.

  9. Sama persis dengan pantai tiga warna di Malang maak…barang yang kami bawa di tulis pas pulang juga dicek jadi memang tidak boleh meninggalkan sampah. Terutama botol plastik cemilan semua di data.

    Baguss yaa semoga diikuti tempat wisata lain di Indonesia.

  10. Setuju sekali mba.. kita harus sudah mulai gerakan Sustainable untuk traveling ini. Kafena penting sih terutama untuk lingkungan dan kita untuk hidup lebih aware dan fokus pada keberangkatan yg ada

  11. Hm, kalau menilik alasan monyet merebut makanan yang nir adab jadi aslinya siapa ya…Btw, fokus ke Baloeran ecolodge akutu penginapan milik warga yang mengusung konsep ecology alias peduli terhadap alam dan lingkungan sekitar yang mengedepankan kebermanfaatan…keren banget ini

  12. Ulah monyet yang merebut makanan yang sedang dibawa oleh pengunjung, sudah saya lihat jugadi beberapa tempat wisata. Memang sebenarnya yang memicu monyet berperilaku begitu, ya, orang-orang yang tidak menerapkan sustainable dan responsible traveling, ya.

  13. Kalau suatu daerah banyak monyetnya, emang yang paling diwanti wanti itu sih, gak boleh bawa tentengan. Jangankan plastik, mereka aja bisa ngambil kacamata atau hp yang lagi dipegang.

    Dan emang gemes banget sama yang suka buang sampah sembarangan. Sekarang akhirnya kerasa efeknya kan, si monyet monyet jadi makin agresif karena belajar kalau kresek ya konotasinya makanan enak, huhuhu.

  14. Baru tahu dengan istilahnya, Sustainable and Responsible Traveling ya. Ini nih yang harus disadari para traveler ya. Di mana pun itu. Gak hanya di tempat wisata alam. Wisata jenis lainnya juga butuh traveler atau pengunjung yang punya basic seperti itu. Supaya tempatnya selalu indah, adem, nyaman, dan menyehatkan. Gak hanya untuk para pengunjung atau travelernya, tapi juga isi dari tempat wisatanya.

  15. Penting banget ya memahami dan menerapkan sustainable and responsible traveling ini. Karena ternyata dampak berwisata sembarangan bisa merusak lingkungan dan menjadi salah satu penyebab perubahan iklim.
    Makasihhh tulisan bermanfaatnya, Mbak 🙂

  16. Wkkk.. Monyet aja merasakan ada bahwa lingkungannya akan jadi kotor.. Jadi kita jgn sampai kalah sama monyet.. Harus jaga kebersihan agar kita semua nyaman att dpt menikmati alam yg segar

  17. Wow, seru banget jalan-jalan ramah lingkungan ini Mbak. Memang sekarang perlu melakukan sustainable lingkungan ya? Agar alam tetap asri.

  18. Bener mbaa, kalo ngga dimulai dari kita sendiri, terus semua mikir gitu, kapan berubahnya? Padahal polusi dan segala macamnya ngga akan bisa kita hindari, ngga bisa juga kita cegah, yg bisa yang kita lakukan cumaa menahan lajunyaa

  19. Terimakasih sharing nya kak, betul sekali saat traveling kita pun bertanggung jawab untuk menjaga lingkungan dengan tidak meninggalkan sampah. Pas traveling sering lihat sampah yang berserakan, suka sedih karena mau negur kok gimana gitu, sementara pihak yang menjaga tidak melarang nya

  20. Ngeri baca ini, segala dampak pariwisata pada emisi karbon membuat kondisi yang mengarah kepada masalah lingkungan yang serius dan berujung pada perubahan iklim! Maka kita semua mesti ikut bertanggung jawab saat traveling dengan lebih peduli pada lingkungan.

  21. Kudu diingat banget bahwa kita hidup bukan hanya untuk saat ini aja. Tapi juga mewariskan bumi yang sehat dan indah untuk anak keturunan kita. Jadi penting memahami, menerapkan dan mengajarkan sustainable and responsible traveling, minimal ke keluarga dulu.

  22. Tapi kadang warga setempat perlu di edukasi juga dengan masalah pemasangan tarif yang wajar.. jadi para wisatawan merasa tenang saat menikmati traveling mereka.

  23. Wah lebaran tahun lalu sudah berencana mau mengunjungi TN Baluran dari kampung suami di Jember, sayangnya anak-anak pingin ke Malang, ngak jadi deh tapi mudah-mudahan tahun depan bisa terlaksana soalnya setelah di jember mau trip ke Banyuwangi juga mungkin pulangnya bisa lewat Situbondo.

  24. sebetulnya hal yang sederhana, tetapi sangat berdampak bagi perekonomian warga sekitar ya mbak, dengan mengonsumsi makanan lokal yang disajikan dan menginap di penginapan yang dikelola warga, maka kita turut mendukung perputaran ekonomi warga

  25. memang sebaiknya saat melakukan perjalanan itu kita juga tetap menjaga kelestarian lingkungan ya, mbak dengan cara-cara yang mudah seperti tidak membuang sampah pada tempatnya. jadi ingat nih salah satu tempat wisata pantai di tempat saya banyak banget sampahnya dari pengunjung yang menginap. mungkin karena di sana juga tidak disediakan tempat sampah jadinya orang buang sampah sembarangan

  26. Penting sekali untuk menjaga keberlangsungan hidup dan ekosistem alam sekitar. Hal yang sederhana dari membaya bekal sendiri atau makan di warung sebenarnya bisa mengurangi potensi pencemaran lingkungan dari pada harus membawa makanan instan dengan alasan praktis

Leave a reply to Dyah Kusuma Cancel reply