Berhaji dengan Modal Satu Juta Rupiah

Labbaik Allahumma Labbaik…
Labbaika Laa Syarikalaka Labbaik
Innalhamda Wan Ni’mata
Laka Wal Mulk
Laa Syarikalak

Ada yang bergemuruh di dada manakala kalimat talbiyah itu bersahut-sahutan. Meninggalkan sebentuk rindu yang berdenyut, tak kunjung surut.

HAJI. Siapapun tahu, bahwa berhaji adalah ibadah yang ditujukan bagi mereka yang mampu. Aaah, kalimat ini, serasa membentuk ‘mental block’ dalam jiwa. Aku kan belum mampu, jadi aku belum wajib haji dong ya.

Tapi… entah mengapa, ‘mental block’ itu goyah, terkalahkan oleh rindu yang bertalu-talu.

Memang, saat itu saya masih berstatus sebagai mahasiswa semester 2, sekaligus nyambi kerja freelancer jadi tukang survey di sebuah media massa.

Berapa sih, gaji freelancer mahasiswa? Sangat minimalis. Banget. Oke, saya sebutkan angkanya. 300 ribu rupiah. Per bulan. Lebih besar gaji asisten rumah tangga kan?

Tak mau ambil pusing, saya segera menuju Bank Muamalat, bank syariah  yang melegenda di republik ini. Saya membuka tabungan haji Arafah. pada 17 Mei 2001. Ini tanda bahwa saya awali “perjalanan menuju Baitullah” dengan uang muka 1 juta rupiah saja.

Tabungan ARAFAH --yang satu digunting oleh pihak bank, karena ganti buku baru
Tabungan ARAFAH –yang satu digunting oleh pihak bank, karena ganti buku baru

***

Si satu juta rupiah ini tentu butuh teman. Karena untuk bisa terdaftar sebagai jamaah haji di Depag, paling tidak (waktu itu) saya sudah harus menyetorkan 20 juta rupiah.

Gaji freelancer cuma 300 ribu rupiah per bulan. Kadang, saya dapat rezeki tambahan dari honor menulis di media lain. Itupun tidak banyak.

Saya rindu rumah-Mu, ya Rabb….
Izinkan saya bertandang ke sana…..

Doa itu yang saya rapalkan setiap saat. Alhamdulillah. Allah Maha Mengabulkan doa. Setiap bulannya, adaaaa saja rezeki yang Ia kirimkan untuk saya.

Saldo bertambah. Sedikit memang… Tapi, saya percaya pepatah “sedikit demi sedikit lalu menjadi bukit.”

Beruntunglah para (calon) jamaah haji Indonesia. Karena kita memang diarahkan untuk buka rekening di bank syariah. Mengapa? Karena pajak dan atau potongan administrasinya amat-sangat-kecil!

Print Out Buku tabungan ARAFAH di tahun 2001
Print Out Buku tabungan ARAFAH di tahun 2001

Ketika saldo saya beranjak di angka 1.503.227,- maka pajaknya hanya 80,69 rupiah!

Bagaimana dengan bagi hasil?

Saldo di angka 1.500.000,- saya dapat bonus/bagi hasil senilai 3.227 rupiah!

Subhanallah….!

Tak heran, saldo saya meningkat, yaa memang tak terlampau pesat… Karena nambahinnya juga alon-alon asal kelakon 🙂

Namun, saya bangga dan bersyukur dengan keuangan syariah ala tabungan haji semacam ini.

Jujur, saya tidak paham bagaimana mereka menghitung pajak, bagi hasil dan seterusnya. Yang jelas, setiap usai bertandang dari bank dan mengeprint buku tabungan haji, seulas senyum selalu tersungging di bibir.

Ya Allah…. Ka’bah-Mu terasa begitu dekat…. Begitu dekat…..

Saya terus gencar menabung. Tatkala beberapa rekan sesama freelancer mengalokasikan gaji yang tak seberapa itu untuk beli baju, kosmetik, dan sepatu, saya justru bersikap anti-mainstream.

Semua hasil kerja saya tabungkan ke bank syariah. Saya percaya, biidznillah… tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini.

Bermula dari 1 juta… lalu 300 ribu per bulan… terus merangkak… terus bertumbuh…. Hingga 19 November 2007, saldo saya mencapai angka 24.204.427 rupiah… ALLAHU AKBAR!

Kini waktunya saya daftar haji. Sudah saatnya nama saya terpampang nyata di daftar calon jamaah haji.

Butuh enam tahun, untuk mengumpulkan setoran awal haji, senilai 20 juta rupiah. Dan saya masih harus terus berjuang untuk menambahkan rupiah demi rupiah, agar bisa mencapai ONH untuk keberangkatan 2010. (saat itu, masa antrean mencapai 3 tahun. Jadi, ketika saya mendaftar 2007, maka saya dinyatakan berangkat 2010).

Di depan Masjid Nabawi - Oktober 2010
Di depan Masjid Nabawi – Oktober 2010

Mengapa Bank Syariah bisa Sedemikian Baiknya?

Logika sederhana saya mengatakan, seluruh rupiah yang terkumpul di bank syariah tentulah digunakan untuk perputaran modal bisnis yang halal dan syar’i. Ada tim pengawas syariah yang bekerja dengan begitu keras dan memegang teguh syariat. Ketika bisnis yang dijalankan berlandaskan ketaatan pada Allah ta’ala, maka insyaAllah, bisnis itu akan berkembang dengan penuh keberkahan.

Nasabah (seperti saya) tentu saja mendapatkan impact super-duper menggembirakan. Bagi hasil yang halal. Yang jauh dari riba. Yang menentramkan. Dan tak membuat kita terjerumus dalam lembah kenistaan.

Alhamdulillah… Segala puji bagi ALLAH yang memampukan saya untuk tunaikan Haji. Persisnya, bulan Oktober 2010.

Labbaik, Allahumma labbaik….

Pelataran Masjidil Haram (Okt 2010)
Pelataran Masjidil Haram (Okt 2010)

Setia Jadi Nasabah Bank Syariah

Karena sudah merasakan betapa berkahnya menjadi nasabah, saya lanjutkan petualangan bersama Bank Syariah. Kali ini, saya manfaatkan Bank CIMB Niaga Syariah untuk “tandon” perputaran uang bulanan.

Menabung di CIMB Niaga Syariah
Menabung di CIMB Niaga Syariah

Sampai sejauh ini, saya merasa puas dengan pelayanan di berbagai bank syariah. Orang-orangnya santun, selalu berbekal senyum nan ikhlas, dengan balutan kostum yang menutup aurat. Ini penting bagi saya, karena bagaimanapun juga, Islam mengajarkan agar kita senantiasa berpakaian sesuai syariat.

Yang lumayan jadi ganjalan adalah… beberapa istilah skema/akad di bank syariah yang agak asing di lidah. Pakai bahasa Arab gitu kan? Karena itu, alangkah baiknya bila seluruh skema/akad itu juga mengandung “terjemahan teknis dan praktis” agar nasabah bisa mudah paham dengan aneka ragam transaksi di Bank Syariah. Tak perlu menghilangkan diksi Arab-nya, tapi cukup tambahi dengan “terjemahan” dan keterangan singkat.

Bagaimana dengan pertumbuhan angka di rekening tabungan?

Lagi-lagi saya amati secara sederhana. Bahwa ketika 1-Maret-2013, ketika bagi hasil senilai 41.737,71 rupiah… maka pajak hanya 8.347,54

Ketika saya mengeprint untuk transaksi terakhir, dimana bagi hasil menunjukkan angka 157.106,17 ternyata tax hanya berkisar 31.421,23

InsyaAllah, berkah… berkah… berkaaah…. untuk Bank Syariah! (*)

BlogComWidget300