Pagiii, manteman semuaaaaaa. Saya lagi super hepi nih, karena makin banyak channel YouTube yang mengusung konten sarat faedah. Lumayan kan, bisa belajar terkait ilmu mendidik anak, hanya bermodal kuota internet aja 😊 Siapapun bisa mengakses ilmu ini, juga buat para aktivis Parenting di Malang cuss lah, langsung pantengin akun-akun Youtube yang OK dokey beibeh enih.
Kali ini saya rekomendasikan dua channel Youtube para ustadz/ah ya. Yang sekarang lagi saya nikmati melalui koneksi internet provider adalah tausiyah Ustadz Oemar Mita, Lc. Ilmu yang beliau sampaikan sungguh berdaging, mampu membuat diri ini semakin cinta dengan keindahan ajaran Islam. Adapun tausiyah dari Ustadzah Dr Aisah Dahlan juga saya nikmati dengan super duper enjoy banget. Sebagai dokter Muslimah, beliau juga kerap membagikan kiat-kiat parenting Islami, sejalan dengan ilmu kedokteran yang beliau geluti.
Ndilalah, tema yang makjleebb banget di kalbu adalah: seputar teladan keluarga Nabi Ibrahim. Banyak ibroh (pelajaran) yang bisa kita Tarik. Selain itu, kita bisa mengambil suri tauladan dari Keluarga Nabi Ibrahim as. Setiap insan tentunya mendambakan lahirnya keturunan yang sholih dan sholihah. Panduan bagi orang tua sudah termaktub dalam Al-Qur’an. Hanya saja, terkadang kita tersandung oleh beragam keterbatasan. Salah satunya, malas mengkaji tafsir Al-Qur’an. Padahal, kalau mau mentadabburi dengan optimal, kita bisa mendapatkan aneka kiat mendidik anak. Sebagaimana yang dicontohkan oleh keluarga Ibrahim.
Saat itu, putranya Ismail menginjak usia 7 tahun. Nabi Ibrahim menuturkan kepada Ismail, bahwa ia bermimpi diperintahkan untuk menyembelih Ismail. Yang mana, perintah itu datang dari Dzat Yang Maha Menggenggam Kehidupan, Allah SWT. Tentu saja, perintah ini sontak membuat Nabi Ibrahim dilanda rasa risau dan gelisah tiada tara. Lantas, bagaimana reaksi Ismail saat itu? Ilmu parenting (pengasuhan anak dan keluarga) seperti apa yang bisa kita pelajari dari keluarga Ibrahim?
(1). Senantiasa melangitkan doa agar dikaruniai anak keturunan yang sholih.
Robbi habli minassholihin . Ya Tuhanku, berikanlah anak-anak yang sholih untukku. Inilah doa yang selalu dipanjatkan Nabi Ibrahim. Tertuang dalam Quran Surat Ash-Shafat ayat 100.

Kegigihan untuk selalu memohon kebaikan, rahmat dan pertolongan dari Allah, terekam dalam doa ini. Harus dihujamkan dalam benak, bahwa untuk melahirkan anak sholih butuh pertolongan dan campur tangan dari Allah. Jangan pernah membanggakan diri, mentang-mentang orang tua pintar/ rajin ibadah, maka otomatis anaknya auto sholih. Justru kita harus benar-benar menundukkan ego, menghilangkan rasa jumawa yang mungkin sempat singgah. Ayolah kita istiqomah bermunajat pada Allah, berdoa, berupaya dan bertawakkal, agar kita dimudahkan dalam mendidik, mengasuh dan membesarkan anak-anak yang sholih dan sholihah.
(2). Orang tua harus menjadi sosok teladan bagi anak
Children see, children do. Kredo seputar parenting ini benar-benar dijalankan secara paripurna oleh Nabi Ibrahim. Beliau menunjukkan bagaimana menjadi sosok muslim yang baik hati, beriman, serta memiliki sikap penuh keteladanan, dalam kehidupan sehari-hari. Tidaklah mengherankan, bila kemudian putranya, Ismail, memiliki sifat santun dan sabar. Sungguh, sifat Ismail ini tentu beresonansi dengan sifat Ayahanda tercinta, sebagaimana dikupas dalam tafsir surat Hud ayat 75.
Moms and Dads, apabila anak-anak punya perilaku kurang terpuji, segeralah istighfar dan lakoni intropeksi. “Kok bisa ya anakku jadi kasar gini? Jangan-jangan niru Ibunya?” Terus tanamkan dalam diri, bahwa kita harus berubah, demi kebaikan Bersama. Tentu kita tidak ingin, perilaku dan sifat kita yang negatif, malah jadi legacy dan dilanggengkan oleh anak keturunan kan?
Dalam kajian psikologi, anak cenderung meniru (imitatif) orang-orang yang ada di circle-nya terutama meniru orang tua. Jadi, keteladanan orang tua sangat diperlukan, baik dari iman/ tauhid, taat ibadah, rajin bekerja, baik, sopan dan karakter konstruktif-positif lainnya.
(3). Komunikatif dan Demokratis terhadap Anak
Ketika mendapat perintah menyembelih anaknya, apa yang dilakukan Ibrahim? Apakah ia langsung ambil pisau dan tanpa ba bi bu langsung melakukan eksekusi? Ternyata tidak. Nabi Ibrahim memanggil Ismail menggunakan kata “Ya bunayya” atau apabila diterjemahkan “Wahai anakku sayang”. Perhatikan pilihan kata yang beliau pakai. Sungguh sosok ayah yang berhati mulia, penuh kesantunan bahkan kepada anak kandungnya sendiri.
Sikap komunikatif dan demokratis ini semakin mencuat, manakala Ibrahim meminta pendapat Ismail tentang perintah untuk menyembelih sang putra.
Ini adalah pelajaran yang bisa kita petik. Bahwa ayolah orang tua, kita seyogyanya mendidik anak dengan cara demokratis dan komunikatif. Jangan otoriter atau paksakan kehendak pada anak, bimbinglah anak dengan penuh kasih sayang. Bangun “koneksi jiwa” dengan anak. InsyaAllah hubungan orang tua dan anak akan semakin harmonis dan kita bisa melahirkan generasi yang sholih dan sholihah.
Idul Adha momentum yang sangat istimewa. Bukan hanya ritual menyembelih hewan kurban, justru di momen setahun sekali ini, kita bisa belajar banyak seputar parenting Islami ala keluarga Nabi Ibrahim. MasyaAllah, semoga kita semua dimudahkan untuk menjadi orang tua yang lebih baik lagi, ya, sama seperti semangat yang diusung Sekolah Parenting Harum. Semoga suri tauladan ala keluarga Ibrahim bisa kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. (*)