Tatkala menyaksikan lautan manusia yang tengah menunaikan ritual ibadah Haji, ingatan saya melayang ke tahun 2010. Saat itu, atas izin Allah, saya berkesempatan berkunjung ke Baitullah. Sesaat sebelum menjalani prosesi wukuf di Arafah, Bapak Molik selaku pembimbing KBIH menyampaikan tausiyah yang cukup ‘nyesss’, sangat ‘kena’ di hati saya.
Begini ujar beliau, “Manusia itu bisa memilih untuk jadi satu di antara 5 strata. Mau jadi manusia wajib, sunnah, mubah, makruh atau jadi manusia haram.”
Saya mengernyit. Belum paham filosofi apa yang hendak beliau sampaikan. “Ciri-ciri manusia wajib adalah, dia sosok yang menyenangkan, problem solver, kehadirannya selalu dinanti-nantikan. Kalau dia nggak ada, teman-temannya pasti mencari, merasa kehilangan dan senantiasa butuh. Andai ada acara rekreasi, manusia wajib ini pasti ditunggu-tunggu karena dia yang bikin acara piknik makin ramai.”
Oke, saya mulai paham. Pak Molik melanjutkan, “Kalau manusia sunnah, kehadirannya memang berarti. Dia memang bisa membantu teman untuk meringankan pekerjaan. Tapi, andaikata dia tidak ada, ya tidak apa-apa. Ada orang lain yang bisa menggantikan perannya.”
Bagaimana dengan manusia mubah? “Ada atau tidak adanya dia sama saja. Keberadaan dia sama sekali nggak diperhitungkan. Menambah kemudahan juga nggak, membikin repot juga nggak. Sementara manusia makruh, kalau ada dia cuma nambah-nambahin masalah. Trouble-maker. Pas dia nggak ada, orang-orang di sekitarnya bersyukur. Karena nggak perlu ketemu sosok nyebelin. Naudzubilllah, mari berlindung kepada Allah supaya terhindar dari model manusia ini.”
Hmm, kalau mubah atau maruh sudah “separah” itu, bagaimana dengan manusia haram? “Nah, ini yang paling mengerikan. Nggak adanya aja bikin repot, apalagi kalau dia ada, benar-benar nyusahin semua yang ada di sekitarnya.Bisa jadi orang ini sosok yang suka mengadu domba, suka fitnah dan menjatuhkan orang. ketika dia meninggal, ahli warisnya kerepotan karena tagihan hutang yang menumpuk. Astaghfirullah, jangan sampai kita atau keluarga yang kita cintai menjadi manusia haram….”
***
Usai menjalani prosesi wukuf di Arafah, saya menuju Masjidil Haram untuk menunaikan Thawaf Wada alias thawaf perpisahan. Alhamdulillah, seluruh rukun dan wajib haji telah tertunaikan. Tiba-tiba, pandangan saya tertumbuk pada seorang pria yang tengah membentangkan tangannya, dan menghalang-halangi jamaah untuk lewat. Masya Allah, itu kan om saya…. om Ruslan!

Allah menakdirkan kami berangkat haji di tahun yang sama, dan Alhamdulillah, kami bisa bertemu di tempat suci ini.
“Om… ada apa Om?”
“Eh, Nduk… Alhamdulillah, bisa ketemu di sini. Ini lho, ada jamaah dari India barusan muntah. Om panggil cleaning service Masjidil Haram buat ngepel muntahannya. Biar muntahannya nggak ngotorin area lain, om halang-halangi jamaah biar nggak lewat daerah sini.”
Om Ruslan bercerita dengan gembira. Nuansa keikhlasan terpancar dari wajahnya. Siapa yang mengira, om yang amat saya banggakan itu tengah bertarung dengan penyakit jantung yang selama ini menggerogoti kesehatannya.
Biasanya, kalau ada orang muntah, kita pasti cenderung menghindar karena jijik. Tidak begitu dengan omku. Meski stamina tubuhnya kembang kempis, om Ruslan malah terpanggil untuk berbuat sesuatu. Minimal, menghindarkan bertebarnya najis di penjuru Masjidil Haram.

“Om Ruslan, sehat Om? Jantungnya masih suka kambuh nggak?”
“Alhamdulillah, selama di Arab aku malah sehat banget. Allah yang Maha Menolong dan Memberi Kemudahan. Kemarin, aku thowaf dan sa’i jalan sendiri, nggak pakai kursi roda. Padahal, kalau di Indonesia, jalan 100 meter aja udah ngos-ngosan,” cerita omku sambil tersenyum lebar.
Tak lama berselang, petugas cleaning service menunjukkan hasil pelnya yang kinclong. Omku mengambil beberapa riyal dari kantongnya. Uang itu berpindah tangan ke cleaning service. Sementara wanita India yang muntah itu, tak sepeserpun memberi tip ke petugas kebersihan!
“Om baik banget sih? Om kan bukan siapa-siapanya orang India itu? Malah dia nggak ngasih uang blas. Nggak bilang terima kasih pula.”
Om Ruslan tergelak. “Jangan gitu. Kita kan memang diperintahkan berbuat baik. Apalagi ke sesama muslim. Pas ibadah haji gini, insyaAllah amal kita dibalas berlipat tho? Perkara dia nggak bilang ‘terima kasih’ yo kan dia orang India, nggak ngerti harus ngomong gimana…”
Ah, omku. Ternyata, dialah sosok ‘Manusia Wajib’ yang kemarin dibahas Pak Molkik. “Kalau dia ada, orang-orang bakal senang, karena dialah problem solver yang siap meringankan kendala yang terpampang di depan mata.”
“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa… ” (QS Al-Maidah:2)
Peluang berbuat kebajikan itu selalu ada. Dia berserakan dimana-mana. Semua berpulang pada diri kita.Mau memungut dan menatanya untuk jadi mozaik yang indah, atau justru hanya sibuk berkeluh kesah.
Pertanyaan sekaligus refleksi buatku: Di mana posisi kita saat ini? Apa kita dengan pedenya mengaku sebagai manusia wajib, atau paling tidak jadi manusia sunnah? Atau, jangan-jangan selama ini orang di sekitar kita malah lebih cenderung melabeli kita dengan sebutan “Manusia Makruh” atau “Manusia Haram” Naudzubillahi min dzalik…
***
Manggut2 aku sama strata manusia yang dikatakan Bapak Molik. Benar adanya memang dalam realita kehidupan begitu ya Mak.
Trus, jadi bertanya dalam diri juga, masuk kemana dan sebagai manusia apa aku hadir? Mungkin yang jawab bisa sekitar yang ada di seliling kita yang melihat gerak gerik kitah.
Masya Allah, semoga sehat selalu om Ruslan. Itu sebabnya manusia harus selalu bermusahabah ya. Kalau saya insyaAllah sudah manusia wajib mbak.. kalo dirumah. Keluar rumah nggak pamit aja udah ditangisin sama yg paling kecil 😀
Wah saya termasuk manusia apa ya? Semoga bukan manusia makruh dan haram.. na’udzubillahimindzalik. Seneng deh, Mba baca soal haji. Segala sesuatu yang tak mungkin di Indonesia bisa terjadi disana. Bukti Allah yg punya kuasa ya
na’udzubillahimindzalik, semoga kita bukan dari manusia makruh dan haram.
baca tulisan ini, haru deh sama yang bisa berkunjung ke rumah Allah dan melakukan beribadah di sana
Ya Allah terharu banget membaca tentang Om Ruslannya, Mbak. Semoga beliau selalu sehat ya. Orang baik seperti ini Insya Allah berumur panjang karena banyak membawa kebaikan pada umat manusia. Amin
aku pun ikut haru sekali membaca ceritanya, karena baik sekali ini om Ruslan ya. Sebegitunya dia membantu orang yang sebelumnya tidak ia kenal sama sekali.
Semoga aku bisa meniru Lik Ruslan yang tangguh dan problem solver buat sekeliling. Sehat sehat terus, Om. Kira-kira aku masuk strata mana ya hiks
Masya Allah terharu membaca tulisan ini .. semoga omnya Mak Nurul sehat dan berkah selalu hidupnya.
aku pun pas baca 5 kasta ini tanpa disadari langsung mengeryitkan dahi juga, setelah membacanya jadi paham. Masya Allah mbak, om mu baik sekali menjaga agar muntah itu tidak tersebar sehingga menjadi najis.
Apa yang dilakukan oleh Om yang baik hati itu adalah didorong oleh kemuliaan hati beliau semoga Allah memulihkan kesehatannya seperti sediakala. Aamiin. Lalu termasuk strata yang mana ya kalau bunda ini? Biarlah yang menilainya mereka yang mengenal bunda dengan baik. Semoga bunda termalsuk strata terbaik. Aamiin.
Gak mauu…
Gak mau jadi manusia yang mubah, makruh apalagi sampai haram.
Semoga Allah senantiasa memberikan kebaikan dalam setiap langkah kita sehingga kita pun menjadi mudah melangkahkan kaki dalam kebaikan.
MashaAllah~
Selalu dapat cerita berhikmah ketika seseorang umroh/haji.
In syaa Allah menjadi haji yang mabrur dan menjadikan kita manusia wajib.
Hiks.. thanks for reminder mbak..
semoga di momen tahun baru Islam gini, kita semua umat manusia bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Tidak menjadi manusia yang mubah, makruh, apalagi haram.
Duh saya ini termasuk orang di strata mana ya?hiks.
Btw, cerita yang luar biasa dari om Ruslan. Semoga beliau sehat selalu 🙏
Aku merinding mba baca ceritamu ini, betapa om mu itu luar biasa. Manusia wajib yang jumlahnya mungkin banyak di dunia ini, tapi tersebar gitu yaaa..
Jadi bertanya-tanya nih dimana kah posisiku saat ini. Berharap bisa menjadi manusia wajib yang kehadirannya tak pernah mengganggu orang lain dan bikin bahagia. Insya Allah ya mba kita bisa dijadikanNya manusia yang seperti ini.
Subhanallah mau menjadi manusia wajib seperti yang di ceritakan, sungguh masih banyak amalan yang kurang
Masya Allah..reminder bener ini Mbak Nurul..makasih sudah berbagi cerita ini. Hm…jadi manusia Sunnah saja sudah bersyukur rasanya, apalagi bisa jadi manusia wajib ya. Aamiin
MasyaAllah kisahnya makjleb sekali mba. Omnya insyaAllah berbalas pahala ya mba. Alhamdulillah bisa menunaikan ibadah haji ya mba
Salam buat Oom Ruslan, Mbak Nurul.
Beliau langsung kasih contoh dari ilustrasi yang Mbak Nurul terima. Langsung nyantel ya pelajaran ilustrasinya. Meski ini mengambil istilah dari ajaran agama Islam, tapi saya bisa terhubung karena ini bisa berlaku universal 🙂
Baru tau mbk 5 strata ini. Masya Allah, Om Ruslan… Belajar dari beliau, salam ya mbk buat Om Ruslan. Ini reminder banget buat saya.. Semoga kita didekatkan dengan golongan manusia “wajib”, aamiin
MashaAllah mbak ceritanya sungguh ngebuat dada aku bergemuruh banget, sehat terus ya Om
Iya mba, aku pun membaca artikel ini jadi tergetar hatiku. Luar biasa Om Ruslan ini. Semoga kita semua bisa meneladani sikap beliau agar menjadi manusia wajib yang bermanfaat untuk semua umat.
Sebuah cerita yg bikin hati ikut merasa bertanya dalam hati. Jangan2 aku selama ini masuk kategori hmm.. Semoga tidak ya, kadang sebuah niat yg bergeser pun bs menjadi nilai yg lain. Semoga kita termasuk dalam manusia yg di ridhoi oleh Allah.
Mbaa, jlebb banget tulisannya. Banyak hal yang jadi bahan perenungan dari sini, terutama ceritanya Om Ruslan. Semoga sehat2 selalu ya Om Ruslan, terima kasih untuk mengingatnya, langsung instrospeksi kira2 aku termasuk kategori mana ya? Huhu.
Huhuhu… Makasih sharingnya ya mak… Memang jleb banget ya… Soalnya enggak sedikit juga orang yang ibadahnya bagus banget, tapi hubungan sesama manusianya ya gitu deh, hehe…
Kebaikan om ruslan menginspirasi sekali mak… Semoga beliau sehat selalu 🙂
Jd inget “jadi wong kuwi sing solutip” hehe.
Ada beberapa orang yang kehadirannya diharapkan krn selalu menjadi problem solving 😀
Iyo yo paling wong Indiae bingung mau bilang trima kasihnya gmn hehe
Yah, thanks for you reminder Mba. I have grateful can read your post. That big meaning for me. I hope we are be good and do best in our life for any one
Semoga dimampukan menjadi orang yang WAJIB yak… dan dijauhkan dari yang Haram… Kalo sunnah sama makruh? Ya pokoknya cita2nya yang wajib ajah.
Bahagia menjadi manusia-manusia yang berada di level problem solver. Menjadi penyelamat ummat dan menjadi solusi bagi teman, kerabat dan sahabat.
Masya Allah. Apa kabar Om Ruslan, Mbak? Kebaikan dan keikhlasan beliau insya Allah dibalas berlipat oleh Allah.
Ah senangnya bisa beribadah ke tanah Suci. Kangen ke sana lagi?
Soft reminder banget ini Mba dari sisi kondisi Omnya, kemudian apa yang dilakukannya. Pas banget menggambarkan golongan manusia yang dibahas di awal :’)
Naudzubillahi min dzalik…semoga kita dijauhkan dari sebutan “Manusia Makruh” atau “Manusia Haram” ya, Mbak..kisah yang penuh pencerahan bagaimana manusia punya strata
Aku belum yakin sebenarnya aku tuh manusia macam apa. Semoga apa yang kulakukan gak nyusahin orang lain sih. Kalau bermanfaat ya Alhamdulillah banget
Semoga kita masuk dalam golongan manusia wajib itu ya mbaaa..Analogi yang bagus sekali dan mengena. Aah aku rindu tanah suci-Nya 🙏🏻
Paragraf kedua dari terakhir itu paling nancep buat saya, Mbak. Jadi pengen merenung lagi. Apalagi akhir-akhir ini rasanya lebih pengen banyak mengeluhnya
Tentang 5 strata manusia ini bikin mikir dan merenung. Jleb juga. Karena bisa jadi kita masuk pada bagian orang yang ada atau tidak ada, gak ada bedanya .. atau malah nyusahin kalo ada. Hiks.
AMit-amit ya kak kalo sampe tergolong yang nyusahin huhuh…semoga kita tergolong orang-orang yang selalu siap membantu dalam kondisi apa pun …Aminnnn
Om Ruslan ini baik hati sekali, baca ceritanya ikutan terharu. ini kisah th 2010 ya mbak, semoga beliau selalu diberi kesehatan ya. Kisahnya tsb menginspirasi sekali, reminder buat diri sendiri untuk selalu menebar kebaikan.
Semoga aku jadi manusia yang wajib atau sunah, bukan yang haram 🙂 Aamiin. Memang sulit ya menjadi yang terbaik dan full bertakwa kepada Allah tiu. Kadang banyak cobaannya terutama untuk selalu istoimah 🙂 Jadi cerminan diri nih membaca tulisan mbak Nurul.
menjadi orang-orang yang selalu dinantikan kehadirannya, bahkan jika tidak ada dia pasti akan selalu dicari dan memberikan kebermanfaatan bagi sekitar ini menjadi catatan buatku pribadi mba Nurul ttg strata manusia
Duh, jadi manusia mubah dan makruh aja sudah nyeremin, apa lagi jadi manusia haram. Amit-amit, jangan sampai diri kita mengalami ya..
Starta manusia emang pahit, gak hanya secara sosial, secara karakter juga. Habis gimana lagi ya Mbak, kita hidup di tengah masyarakat. Hitam putihnya kita tergantung kelakuan kita yang akan dinilai oleh mereka
Iya, benar Kak Evi. Serem ya. Semoga kita bisa jadi manusia yang bermanfaat deh. Setidaknya buat keluarga sendiri.
maasyaallah mba, pengalaman spiritual yang sangat luarbiasa, semoga Allah senantiasa melindungi mba sekeluarga ya
Omnya justru merasa fit banget selama di sna ya mbak 😀 Banyak keajaiban selama di tanah suci malah kyk sehat gak kyk pas di rumah. BTW aku tu pengen sekali merasakan tinggal di tanah Arab. Entah akan kesampaian gak ya suatu hari nanti 😀
berbuat kebaikan bisa di mana aja ya, Omnya baik juga gak jijik ya apalagi itu di rumah Allah ya
Thanks for your story. Is full meanig and usefull.
Waah baru tau ada strata manusia . Ada manusia wajib, sunnah bahkan mubah.
By the way salut buat omnya pas menunaikan ibadah haji mbak. Sehat-sehat terus untuk beliau yaa
Semoga Om Ruslan menjadi haji yang mabrur Mbak. Masya Allah kebaikan dan perilaku terpujinya patut dicontoh.
aku suka sekali dengan cerita ini. mba. Sungguh sederhana tapi mengenai. Semoga kita bisa menjadi manusia yang wajib. Makasih Om Ruslan untuk inspirasinyaaa
Pengalaman di tanah suci selalu berkesan ya mba, mengena dan teringat. Terima kasih berbagi ilmunya, bermakna dalam.
Inspiratif sekali ceritanya mbak…
Duh, aku masuk strata mana ya