Yang namanya “pertama”, biasanya diiringi rasa yang tak biasa. Begitu juga dengan “Puasa pertama”. Beraaattt, jendral!
Sidqi pun mengalami hal serupa. Doi kan hobi banget makan, tuh. Jadi, tahun-tahun sebelumnya, Sidqi sama sekali tidak melewati fase “belajar puasa”.
Karena tahun ini, doi sudah gede, aku meng-encourage cah lanang supaya mau tunaikan salah satu Rukun Islam ini.
Berat? Pastinya! Adaaaa aja alasan Sidqi buat ogah puasa. Sampai kemudian, terlintas di benakku untuk bikin cerpen. Aku tulis dan kirimkan ke majalah anak-anak. Alhamdulillah, dimuat di Majalah ANAS. Kemudian, aku baca keras-keras di hadapannya.
Ini selengkapnya cerpen “Puasa Adiba”. O iya, Alhamdulillah, salah satu kunci sukses menaklukkan rasa haus dan lemas ketika puasa, adalah dengan minum Pocari Sweat. Enak banget minum ini. Sehari-hari pun, aku dan Sidqi juga hobi minum Pocari Sweat, karena kandungan ionnya bisa mengikat cairan di dalam tubuh lebih lama sehingga tidak akan cepat haus dan mencegah dehidrasi selama puasa.
Tips-tips untuk puasa si kecil, bisa dicek di: http://www.pocarisweat.co.id/article/100/Ajarkan-puasa-bagi-si-kecil#sthash.2DAP74yG.dpuf
PUASA ADIBA
“Kalau bulan ini puasanya full, papa mau ajak Adiba pergi keliling Bandung! Kita bakal jalan-jalan ke rumah Om Wawan, sama keliling Lembang!”
“Yayyyyyy!!” aku begitu bersemangat, setelah mendengar iming-iming yang papa sampaikan. Hohoho. Puasa penuh, lalu dikasih hadiah jalan-jalan ke Bandung? Wow, ini hadiah yang luar biasa!
Kalau diingat-ingat, terakhir kali aku ke Bandung itu udah….eerrrr…. empat tahun yang lalu kali ya? Waktu itu, aku masih jadi murid TK. Hahahah. Terus, sepupuku Faiz (anaknya om Wawan) masih umur 2 tahun. Si Marsha adiknya malah belum lahir, heheheh.
Pas di Bandung, aku cuma sempat main ke Gunung Tangkuban Perahu, ke mall Paris van Java, lalu ke Daarut Tauhid, dan ke ITB, kampus tempat om Wawan mengajar. Udah, itu aja. Padahal, sekarang banyaaak banget lokasi liburan yang bikin aku ingin segera main ke Bandung. Ada Grafika Cikole di Lembang, wisata air terjun dan air panas di Maribaya Lembang, trus floating market Lembang, bukit Moko, perkebunan teh Gambung, aku juga ingin ke Saung angklung Mang Udjo dan lihat fosil dinosaurus di Museum Geologi!
“Papaaaa, beneran yaaa… aku semangat banget nih, puasanya. Aku kan pengin ke Bandung!”
Papa senyum-senyum, lalu mencubit pipiku. Dari dapur, mama tiba-tiba menyahut, ”Eits, niat puasanya harus tetap karena Allah loh ya. Bukan karena tergiur hadiah ke Bandung!”
“Siaaaap, bos!” aku mengambil posisi tegak sambil hormat kepada mama.
***
Aku sudah kelas 3 SD. Aku sudah besar. Harusnya, aku kuat puasa full, sampai Maghrib. Harusnya, aku tidak gampang mengeluh, kalah oleh dahaga ataupun lapar yang menyiksa. Harusnya. Harusnya.
Tapi, oh… entah kenapa, ini masih jam 10 pagi, dan perutku terasa meliliiiiit banget, hiks. Laperrr periiih semua bercampur aduk jadi satu. Belum lagi, ketika pulang dari rumah Tante Lita, aku melewati warung franchise ayam goreng, dengan aroma yang….aaaak, tarakdungcessss. Aku beneran ngiler niiih, gimana dong?
Jangan batalkan puasanya, Adiba. Ingat ingat janji papa. Kamu akan diajak ke Bandung kalau puasamu full….seolah-olah ada yang berbisik di kuping kananku.
Haduh, Adibaaa… Tunggu apalagi? Kamu tadi barusan dapat duit dikasih Tante Lita kan? Udah, belanjain ayam goreng sama milk shake aja. Toh, pas kamu pulang ke rumah, kamu bisa berakting seolah-olah kamu masih puasa. Nggak ada yang tahu iniiiii….lalu kudengar bisikan di kuping kiri.
Duh. Duh. Gimana ini? Kuremas uang 50 ribu, yang diberikan Tante Lita tadi. Kata tanteku yang baik hati, uang ini bisa aku pakai untuk beli menu buka puasa. Pertanyaannya, aku buka bedug Dhuhur? Atau Maghrib?
***
Aku menghempaskan tubuh ke kasur. Masih jam 2 siang. Ya Allah, lama sekali maghribnya….
“Adiba, kamu lagi ngapain, Nak?” mama menghampiriku.
“Haus ya?”
Aku mengangguk lemah.
“Ya memang gitu itu rasanya puasa. Kan tahu lagunya Bimbo tuh, ‘Lapar haus kita jalani, agar tahu rasa sengsara… Mencintai kaum dhuafa, senantiasa…’ nah, itu tuh hikmah puasa yang kita dapatkan.”
Aku bangkit, duduk sejajar dengan mama. ”Oh, jadi gini ya ma, rasanya menjadi kaum dhuafa? Kasihan ya Ma, kudu menahan lapar haus.”
“Iya Nak. Bahkan, hampir setiap hari mereka merasakan hal itu. Kalau kamu kan, hanya wajib puasa Ramadhan saja.”
Aku tercenung. Berarti, aku memang diperintahkan oleh Allah untuk lebih sayang sama kaum fakir miskin. Duh, niat puasaku masih melenceng nih. Kemarin, aku niat puasa demi liburan ke Bandung. Iiiih, enggak banget deh. Sekarang, aku mau sungguh-sungguh berniat karena Allah, sekaligus menunjukkan rasa sayangku terhadap orang-orang yang kurang beruntung.
“Mama, nanti aku bilang papa deh. Uang untuk piknik ke Bandung kita belikan nasi kotak saja, trus kita bagi-bagikan ke tukang becak atau anak-anak yang ada di perempatan. Ini tadi Tante Lita juga kasih duit 50 ribu, bisa untuk tambahan siapkan menu buka puasa buat mereka. Adiba ingin puasa Ramadhan dengan hasil yang awesome!”
Mata mama berbinar. ”Masya Allah, anakku…..!”(*)
waaah semoga lama lama jadi terbiasa dan jadi suka puasa senin kamis juga yaa 😀