Halo!
Gimana kondisi Kesehatan di bulan suci Ramadan ini? Semoga senantiasa paripurna, ya.
Kondisi iman? Semoga semakin menuju puncak dan kita menjadi insan yang kian bertaqwa, aamiin!
Kalo kondisi dompet? Apakah masih aman jaya Sentosa? Atau, sudah ada tanda-tanda menuju dompet sakaratul maut?
Sabaaaarr, sodara. Yah, begitulah hidup, penuh dengan ujian yang datangnya mak bedunduk. Kadang kita sudah semangat banget pengin optimal ibadah di bulan suci, ndilalah kok ya adaaa aja tantangannya. Termasuk, tantangan seputar “Bagaimana Mengatur Keuangan Supaya Tidak Boncos di bulan suci”.
Hmm, Namanya aja bulan suci Ramadan. Sudah sepatutnya, membuat iman dan jiwa kita menjadi suci, ya. Salah satu indikatornya, yaitu kita bisa berhemat, dan tidak loss dol Ketika bicara tentang belanja. Saya sepakat dengan spirit yang diusung oleh para financial planner, bahwa sebaiknya, kita memang mengatur keuangan dengan sebijak mungkin.
Pertama, tentu saja, kita kudu paham PENDAPATAN kita bulanan itu seberapa sih? Iya dong, kalo mau ngatur ke-UANG-an, udah barang tentu, wajib tahu, UANG-nya ada berapa yang mau diatur ntuh?
Nah, setelah tahu duitnya ada segini… maka, kita beranjak ke alokasi pendapatan. Kalau dari advise para financial planner, saya Tarik kesimpulan, kurang lebih begini. Uang kita itu dialokasikan untuk:
(1). Saving (termasuk untuk tabungan, dana darurat, investasi, dana Pendidikan, dana pensiun, asuransi, pajak, dan sejenisnya)
(2). Living (untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Makan, minum, bayar listrik, bayar internet, dll)
(3). Playing (untuk keinginan, misal: wisata kuliner di resto/café yang sedang hits)
Komposisinya tidak saklek, tentu ini tergantung dengan kondisi masing-masing orang. Tidak bisa di-gebyah uyah (pukul rata). Tapi, saya suka dengan nasihat ini:
Uang kita, alokasikan untuk 30% saving; 60% living; 10% playing.
Jadi, misalkan dalam sebulan kita terima uang 10 juta. Maka, 3 juta harus ditaruh untuk komponen saving; untuk kebutuhan bulanan limit maksimal 6 juta; dan kita boleh bersenang-senang dengan duit kuota maksimal 1 juta.
Gampang?
Yaaaa…. Terdengar gampang, sih. Tapi praktiknya? Woahahahahahah *ketawa ngakak*

Inilah yang mau saya angkat dalam artikel kali ini. Kenapa ya, kok rasanya susaaaahh banget mengatur kondisi finansial supaya sehat dan seimbang gitu lho. Selalu ada rasa ‘guilty feeling’ lantaran gagal mematuhi komposisi untuk 30% saving; 60% living; 10% playing yang dicanangkan.
Setelah saya pikir—pikir dengan seksama, sepertinya ada indikasi, bahwa kegagalan ini bermula dari mental ala kaum BPJS. Apakah itu? Yap, kaum Budget Pas-Pasan, Jiwa Sosialita)
Sekilas Mengenai BPJS “Budget Pas-Pasan, Jiwa Sosialita”
Terminologi kaum BPJS ini muncul berbarengan dengan tren ‘media sosial’ yang marak. Yap, kita paham dong, banyak banget ‘racun’ yang bertebaran di Instagram dan aneka socmed. Sejumlah (so-called) Influencer sibuk mempertontonkan gaya hidup dan standar mevvah ala mereka. Aneka baju dan aksesoris yang high-branded, lifestyle liburan kelas wahid, meeting di kafe super happening, chill di resort mewah, endebra endebre.
Tidak bisa dipungkiri, Sebagian dari kita jadi kayak “Iiiihh, pengin deh, SESEKALI kayak selebgram anu.” Sesekali ini indikatornya apa ya, Bund? Mungkin, awalnya Cuma 1-2 kali dalam sebulan. Tapiii, for the sake of ‘kasih makan konten Instagram’, kita (KITA??? Elo, kalii) jadi terikat dengan semangat ‘Kudu kulineran di kafe hits!’ ‘Kudu ngetrip di destinasi yang lagi happening’.
Semacam itu.
Sebenarnya, Ramadan ini sangat bisa menjadi MOMENTUM yang pas agar kita bertobat dan tak lagi menjadi kaum BPJS. Apa aja tipsnya?
(1). Know Your Trigger
Manusia itu unik, ya. Kalau lagi stress/ ada masalah hidup, pelariannya adalah belanja! Ngabisin anggaran bulan ini. Wkwkwkw. Bahkan ada slogan “Shopping is much cheaper than (psychologist) therapy”
Padahal, kalo belanja belanja mulu, lalu duit jadi boncos, akibatnya ya jelas, stress kita makin menjadi-jadi!
Karena itulah, sedapat mungkin, kita kudu paham/tahu apa trigger yang menyebabkan semangat shopping merajalela. Kalau sudah tahu, ya ayok-lah, gimana caranya usahakan untuk ‘mengatasi trigger’ itu, bukannya malah shopping gila-gilaan.
(2). Unfollow Akun yang Bikin Dompet Terkaing-kaing
Nah, seperti yang saya singgung di atas, socmed tuh somehow emang jadi racun, sih. Terutama di IG. Banyak banget yang tampil paripurna dengan gaya hidup yang sungguh ulala. Kalo tahu kalo titik kelemahan kita adalah: ‘pengin ikuti gaya hidup selebgram anu’, ya udah, UNFOLLOW akunnya dong. Supaya dompet kita aman, tidak terkaing-kaing.
(3). Berusaha banget untuk Patuhi Budget
If you fail to plan, it means you plan to fail.
Bikin planning dan budgeting buat momen Ramadan (dan nantinya) Lebaran itu pentiiing pake banget! Jangan sampe menganut asas “Liat ntar aja, dahhh.” Karena ntar itu merembet ke berbagai pengeluaran tidak perlu, yang malah bikin kondisi keuangan kita acakadut!
Tapi memang kudu diakui sih, agak sulit ya, buat bener-bener tertib dan patuh 100% pada budget Lebaran yang kita bikin. Adaaa aja bocor halus sana-sini. Padahal, anggaran itu semacam “road map” ala-ala supaya kita nggak tersesat dan kedodoran.
Kalo saya pribadi gini, andaikata potensi kebocoran anggaran itu seputar “charity” biasanya sih, gapapa kasih aja. Artinya, itu masuk pos sedekah. Seperti kata Ustadz untuk urusan sedekah, ngga perlu itung-itungan. Biarlah ALLAH yang akan membalas perbuatan baik kita itu.
***
(4). Dukung Kemajuan UMKM melalui P2P Lending Akseleran
Ketimbang duit dan THR kita ambyarr, lari ga jelas ke mana dah tuh ilangnya, alangkah bijaknya kalo kita alokasikan buat pendanaan. Yap, kita bisa banget mendukung kemajuan UMKM melalui P2P Lending Akseleran
Kita bisa banget memberikan pinjaman UMKM melalui AKSELERAN.
Yap, Akseleran termasuk dalam Peer to Peer (P2P) Lending. Yang mana, kita bisa menjadi pemberi dana (lender) sekaligus jadi peminjam dana (borrower).
Yang asyik dari P2P Lending, kita sebagai lender diberikan kemerdekaan penuh terkait Pendanaan Online
Ya, kita bisa bebas memilih sendiri, mau memberikan pendanaan di mana? Jenis usaha apa? Artinya macam-macam pilihannya.
Akseleran sudah terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sudah mendapatkan ISO 27001 full scope sehingga keamanan data pemberi pinjaman (lender) dan penerima pinjaman (borrower) terjamin. Selain itu, Akseleran memiliki agunan dan imbal hasil hingga mencapai 21% per tahun. Ditambah lagi, di semua kampanye pinjamannya sudah terproteksi asuransi kredit yang menjamin pengembalian tunggakan pokok hingga sebesar 90%. Jadi, platform ini aman banget.
Yuk, mulai join di Akseleran sekarang juga! Masukkan kode Referral Program: AKSLNURUL327664 ya. Selamat menjalankan ibadah di Ramadan yang super amazing!
**
Mengatur keuangan di masa pandemi membutuhkan kecermatan, mengatur THR membutuhkan ketelitian, artikelnini membantu kita semua berhati – hati mengelola keuangan
Harus bijak ya mbak.
setuju banget Mbak Nurul, begitu dapat uang lebih, sebaaiknya langsung diinvestasikan saja
karena kalo kelamaan dipegang takutnya menguap gak jelas 😀
Apalagi jika diinvestasikan via AKSELERAN, UMKM kita akan terbantu
Ya, begitulah kadang lebih banyak menuruti keinginan, bukan kebutuhan. Jadi makin pusing deh ketika over budget hehehe. Lebih baik uangnya diinvestasikan, tabungan dll di lembaga keuangan terpercaya. Kalau mau pinjam dana pun digunakan untuk bisnis seperti Akseleran ini.
Memang mesti pintar-pintar atur keuangan dan THR dengan bijak biar enggak boncos..Klaau keuangan mayan aman, karena anak makin besar keperluan dan fokus utama untuk pendidiknan dan investasi seperti di Akseleran.
Kalau THR, susaaah…apalagi kalau mudik ke dua kota, dengan keluarga besaaar. THR bablas malah nombok kwkw
Hidup memang mengajarkan kita untuk lebih banyak-banyak menahan nafsu sesaat ya mbak, termasuk kita harus bijak kelola perekonomian keluarga. Hasil gaji dari bekerja memang harus dialokasikan untuk aneka kebutuhan (dana darurat, investasi, dll). Masalah keuangan THR memang harus benar2 diperhatikan, menurutkan perlu dibelanjakan sesuai kebutuhan.
Kalau sudah paham pendapatan bulanan berapa, maka bisa mudah buat alokasikan dana ke pos pos keuangan ya kak Nurul. Memang perlu nih literasi keuangan ini
alhamdulillahnya aku mah ga penginan orangnya. dari kerjaan cuma dapet 800rb/bulan udah bisa nyisihin 30%. waktu akhirnya memutuskan ambil KPR, cicilan 500rb, gaji tetap cm 1,2jt. bisa hidup? bisaaa 😃 dan lunas 15 th kemudian dg aman meski bbrp bagian tersendat2.
kl skrg udah ga perlu ngatur uang thr. krn emang ga dapet 😂
Boleh juga nih kalo ada sisa² uang THR kemudian diinvestasikan. Kalo investasi ke UMKM spt Akseleran bisa jadi opsi nih. Tapi u.sekarang aku mau pelajari dulu ya.
Trims tips nya mbak.. btw zakat, qurban, sedekah dan hadiah masuk alokasi juga kan ya, biar hidup adem. 🙂
Boncos! Bahaya banget sih kalau urusan kantong boncos. Bisa merembet kemana2 kalau nggak diatur dengan baik.
Kaum bpjs? He he ada-ada ajah. Tetapi kalau selera muda terlalu ditahan demi berhemat, susah juga. Kalau udah nenek-nenek mungkin lebih bisa mengendali diri. Selamat, sore ananda Nurul. Doa sehat untuk keluarga di sana.
Hahaha setuju mbak saya mah sdh unfollow semua aplikasi ecommerce jadi kalau mau shoping harus minta tolong orang lain tapi jadi ga bisa sering2 kan ..ternyata cara ini ampuh juga spya sy ga boros sehingga keuangan ga boncos hehehe
baru saja uang THR mas bojo disetor ke aku, cus mau aku atur sesuai tips dari mbak Nurul ini ah, biar nggak boncos THR nya
Saya agak lama tahan napas dg istilah BPJS-nya.
Alhamdulillah nggak termauk yg seperti itu..
Btw, investasi akselerannya menarik banget
Terima kasih mba tipsnya. Alhmdulillah setelah sekian thr, masih bisa di keinginan proletar haha
Gaya hidup ini perlu banget disesuaikan dengan kebutuhan. Jika tidak, sudah bisa dipastikan besar pasak daripada tiang.
Mengatur keuangan agar tidak boncos.mengingatkan pembaca untuk berhati mengelola keuangan dengan baik, antara living, saving dan lainnya. Akseleren sebagai salah satu produk jasa keuangan penting juga untuk diketahui.
Thanks mba buat tipsnya. Betul sih lifestyle itu yang harus dikendalikan.
Alhamdulillah kesehatan baik mb, smg Mb Nurul jg sehat2 selalu ya.
Btw di bulan suci ini emang kudu pinter atur keauangan, jgn malah boros karena jajan takjil mulu wkwkwkw
tipsnya bagus sih, aku udah kurangi jiwa sosialita wkwkwkw dan yg pasti gak follow akun2 hedon deh, bhay bhay
Jaman masih bujangan dengan profesi sebagai front liner, yang namanya boros itu udah mendarah daging hahaha. Sampai suatu saat diingatkan ortu untuk nabung karena kita gak tau kedepannya hidup kita bakal seperti apa.
Alhamdulillah ketemu jodoh seorang lelaki, anak yatim sedari kecil, yang karena keterbatasannya mampu mengolah finansial dengan sangat rapi dan teratur. Bener-bener menutupi kekurangan saya yang slebor soal duit ini. Bahkan akhirnya saya memutuskan agar suami lah yang menjadi financial controller, purchaser dan cashier dari gaji saya tiap bulan. Kalau RT orang lain bertumpu pada ibu, di rumah saya bertumpu pada suami.
Jadi sebenarnya soal atur mengatur duit/pendapatan sebenarnya balik kepada NIAT. Kalau ngikutin nafsu sih semua pengen dibeli, semua pengen punya. Tapi kalau niat untuk bener-bener mengatur keuangan dengan baik, selalu ada cara untuk mengontrol itu.
ya ampuuun, mba Annie anti-mainstream banget dahh 🙂
aku sebenarnya gak pandai mengatur keuangan
pacarku sih bisa, haha
tapi aku udah belajar financial planner, kudiskusiiin sama pacarku
jadi ntar kalau kita berumah tangga, ya kemungkinan dibahas berdua
takut khilaf di aku eh, hahhaa
saya nih, sampai saat ini masih mencari berapa pembagian yang pas buat tabungan, belanja kebutuhan sehari-hari, amal dan untuk bersenang-senang. Keuangan kami masih sering besar pasak daripada tiang, hiks 😦
Dibagi dengan persentase begitu memang lebih enak sih, jadi ketahuan mana yang buat kebutuhan sehari² dan untuk ditabung, jadi yang ditabung gak kepake untuk yg lain
30% saving, 60% living, 10% playing…kok susahhh ya huwaa! Tapi beneran butuh komitmen Dan setuju daripada duit lari ga jelas ke mana, alangkah bijaknya kalo dialokasikan buat pendanaan seperti mendukung kemajuan UMKM melalui P2P Lending Akseleran
Langkah keren nih Akseleran karena mendukung program UMKM yang nggak bankable
jadi jika kita mengalokasikan dana di sana, otomatis ikut mendukung UMKM dan perekonomian Indonesia