Ceritanya, semalam saya ikutan pengajian ke rumah Ustadz Bangun Samudera.Ā Barengan ama temen kantor, kami meluncur ke kediaman ustadz yang mantan presenter TVRI Jatim ini. Rumahnya rapiiiiiih banget. Dih, minder pol-polan deh eikeh ngeliat rumah Ustadz Bangun. Rapi jali.
Apakah postingan ini akan membahas soal rumah dan beragam FURNITURE RUMAH TANGGA ?
Oh, cencu tidak.
Yang Ā jadi perhatian saya adalah, Ā itu kan pengajiannya dimulai ba’da Isya ya. Jam 19:30 gitu deh. Yang dateng buanyaaaak, sekitar 60 orang lah (inget lo, ini pengajian di rumah).
Salah satu ibu yang hadir, datang sambil menggendong anaknya, yang yeah… masih bayi berusia 9 bulan.
“Rumahnya di mana?”
“Kami kontrak di Sidoarjo mbak…” Dia menyebutkan sebuah lokasi yang sama sekali nggak dekat dengan kediaman ustadz Bangun. “Naik motor ini, bertiga sama ayahnya…”
WOW.
Ini WOW banget menurut aku. Si ibu ini udah mengenyahkan rasa males, kantuk, blablabla lainnya, demi ikutan kajian fiqih. Bukan hanya itu, dia juga ngajak anaknya, yang masih bayi!
***
Saya selalu takjub kalo lihat ibu-ibu yang sabar dan semangat bawa bayi atau anak kecil ke pengajian.
Gini lo. Pengajian itu kan yaaah, you know lah, Ā pengajian adalah momen yang boleh dibilang kita kudu diam dalam rentang waktu yang tidak sebentar… Kudu duduk tenang (sambil nyari senderan sih, biasanya hahahaha) plus kudu menyerap apa yang disampaikan ustadz(ah). Saking tenangnya, beberapa dari kita sampe ketiduran tho ya, hihihi #pengalamanpribadi
Nah. Kalo orang tua dewasa Ā aja sering ‘ilang sinyal’ pas pengajian, Ā dan (salah satu penyebabnya adalah) bosan, maka…. Gimana ya, menjaga MOOD dan menjauhkan bocil dari rasa bosan?
Gimana biar bayi/balita/bocil itu enggak cranky?
Apa strategi yang Ā bisa dipakai supaya nak kanak children itu ga minta pulang?
Pertanyaan ini yang terus berkecamuk dalam batin. Honestly, saya ini AMAT SANGAT JARANG (atau boleh dibilang enggak pernah) ngajak Sidqi ke pengajian. Ā Palingan dia denger ceramah waktu sholat Jumat, dan sholat tarawih aja. (itupun kalo pas Ā sesi Ā ceramah Ā tarawih Sidqi malah kejar-kejaran ama bocil lain di pelataran masjid *sigh)
Sidqi selalu saya ajak ke acara-acara duniawi yang so kekinian. Ā Ke mall, ke resto Ā yang happening , ke destinasi wisata yang cihuy… yah, semacam itu Ā š
Sampe, pada suatu titik…. saya seperti tertujes-tujes bambu runcing plus tugu pahlawan….. manakala Ā anakku semangat banget nge-game, main sepedaan, dolan bareng temen2 sekompleks… tapiiii, saban diajak sholat, Ā serasa ngajak Perang Dunia ketiga huhuhuhu.
Ah. Sepertinya Sidqi menjauh dari Tuhannya.
Ups. Lebih tepatnya, Ā aku mengajak Sidqi menjauh dari Tuhannya.
Baiklah. Baiklah. Baiklah.
Mari kita taubatan nasuha. Dimulai dengan… ajak Sidqi ikutan pengajian š
***
Dan untuk pertama kalinya dalam sejarah, saya mengajak Sidqi datang ke pengajian.
Sebagai awalan, saya ajak Sidqi ikutanĀ Tabligh Akbar bareng Syeikh Ali Jaber, sekaligus Ā penyerahan wakaf Al-Qur’an braille. Ā Lokasinya di Masjid Manarul Ilmi ITS, yang luasss banget. Ā Jadi, kalo misalnya Sidqi bosen dll, doi bisa lari-lari di pelataran masjid atau di taman sekitar situ deh.
Daaaan, Tuhan memang sesuai persangkaan hamba-Nya.
Begitu dateng ke masjid ITS, baruuuuu 10 menit, Sidqi Ā udah ngalem “Pulang Buuuu… ini kan jadwalnya aku main sama temen…..”
Doh.
Untunglah, di sekitar masjid ada BAZAAR! Sedaaap. Ini pentingnya bakul-bakul di acara pengajian. Biar kerewelan bocah teralihkan. Salah satu vendor berjualan kebab. Yihaaaa, yuk cuss go shopping kiddo!
Setelah kebabnya hijrah ke lambung, Sidqi mulai cranky lagi.
“Ayo pulang Bu…… Aku mau lihat Balveer….”
*%$^&&_))*(^*%$&^$&^*(*()
“Bu…. aku bosen Bu…..”
_))&&%%#%$%*(*
“Bu….”
Okeh. Ā Sabaaaaar, Nurul …. Sabaaaarrrrr….. *tanduk mulai mecungul*
Aku bingung kudu ngapain, karena terus terang “jam terbang”-ku dalam hal mengajak anak ke pengajian ya baru dimulai hari ini.
Jelas aja, ikut pengajian sama sekali bukan ‘comfort zone’ buat Sidqi. Dan sialnya, selama ini, aku menjelma menjadi ortu yang mengkerangkeng bocil dalam zona nyamannya.
Syukurlah, beberapa menit kemudian, mbak Asih (teman satu kantorku) datang bareng anaknya. Sidqi ada teman main bareng.
…..lalu…..
“Pulang yok, Buuuu… Tadi kan bilangnya cuma sebentar… Ini lama banget….”
Oke.
Harus ada strategi lain. Aku mengajak Sidqi untuk be present alias “hadir utuh” Ā di acara ini.
“Lihat, coba lihat sekeliling kamu, Nak! Ini yang hadir di acara ini lihat…! Mereka tuna netra Nak. Tapi mereka semangat banget untuk ikut pengajian. Ā Mata mereka nggak bisa lihat. Jalan kudu dituntun. Ada yang bawa tongkat. Lihat…! Lihat mereka…! Tapi apa ada yang minta pulang? Gak ada kan? Padahal, mereka kan mestinya lebih enggak nyaman ketimbang kita kan? Kita bisa lihat. Kita tahu, di sini ada batu, di situ ada pilar, kita bisa lihat, supaya enggak ketubruk. Lah, mereka? Ā Kita musti lebih bersyukur Nak.”
Sidqi diam. Lalu lihat layar gadget .
Dih. Dih. Dih .
Gapapa lah.Yang penting dia gak ngajak pulang. š
Dan, Alhamdulillah, kami bisa bertahan di acara itu sampai menjelang Dhuhur. Ini PRESTASI BANGET. Ketika Syekh Ā Ali Jaber mengajak jamaah untuk doa Ā bersama, Sidqi juga ikut berdoa. Mengamini apa yang disampaikan sang ustadz.
Alhamdulillah.
“Nah, ternyata enak kan, ikut pengajian… ”
“Iya Bu. Kebabnya juga enak.”
DAAAANGGG!
“Besok besok kalo ada pengajian, ikut lagi yuk…”
Sidqi diam. Ā Ya anggep aja kayak perawan kalo ditawarin kawin, lalu diam,Ā artinya “Iya” tho, hahahaha.(*)