Aam Amiruddin: Tips ‘Ngobrol Asik’ Ortu dan Anak

“Kok, anak zaman sekarang susah diatur ya? Berani ngelawan orangtua? Beda banget dengan anak-anak zaman dulu…”

Image

Sering dengar keluhan semacam ini? Kalau melihat tren perkembangan anak dan remaja, kita semua memang patut mengelus dada. Menjadi orangtua di era kekinian sama sekali bukan hal yang mudah. Sejumlah orangtua mengeluhkan perilaku anaknya yang kian temperamen. Nah, liburan akhir tahun kemarin, saya sempat ikuti kajian Ustadz Aam Amiruddin. Sebagai ustadz pemateri acara religi di TVOne, RCTI, SCTV dan Trans TV, Aam akrab dengan beragam curhat jamaahnya seputar parenting. Yuk, simak obrolan dengan Ketua Pembina Yayasan Percikan Iman ini.

Ustadz, sebenarnya mengapa anak-anak sekarang begitu gampang ‘naik darah’ dan amat sulit dikendalikan orang tua?

Mengapa anak temperamental? Kita tidak bisa menuding hanya dari satu aspek saja. Karena, karakter anak terbentuk sejak dalam kandungan. Maka dari itu, ketika seorang wanita sedang hamil, usahakan temperamen ibu hamil (bumil) tidak naik. Orang kalau marah, hormon adrenalin melewati ambang batas. Hormon masuk plasenta, sehingga bayi ikut marah. Kalau bumil sering marah, maka bisa menyebabkan anak menjadi temperamental.

Jadi, ketika anak kita kerap naik darah, coba lihat masa lalu, kita flash back sejenak. Ibunya sering marah atau tidak? Bagaimana dengan lingkungan tempat anak kita bertumbuh kembang? Apakah anak kita dibesarkan di lingkungan yang juga keras dan kasar?

Kalau orangtua mengajarkan dengan cara yang keras, dengan berteriak, “Sholaaaat!!!” maka anak kita pasti akan belajar untuk menjawab dengan cara serupa, “Bentaaaarrrr!!” Jadi, bentakan dibalas dengan bentakan.

Lalu, apa yang harus kita lakukan? Misal anak main game, pas masuk waktu sholat. Elus punggungnya. Kita ajarkan bagaimana cara bernegoisasi. “Tadi kan sudah ibu kasih waktu main game selama 10 menit. Sekarang, ayo kakak berhenti dulu main game-nya. Sholat berjamaah dulu.”

Ingatlah, ibu-bapak, kalau anak dibesarkan dengan caci maki, maka ia akan belajar berkelahi. Kalau anak dibesarkan dengan motivasi, maka ia akan belajar percaya diri. Besarkan anak kita dengan cinta kasih, supaya ia tidak menjadi anak yang temperamen tinggi.

Apa tips komunikasi yang bisa dibagikan pada kami?

Al-Qur’an sudah menjabarkan 6 (enam) strategi komunikasi yang harus dijalankan antara orangtua dan anak. Yang pertama, Qaulan Sadida, artinya perkataan yang benar, baik berdasarkan aspek isi, maupun cara penyampaian. Artinya, saat berbicara kepada anak, isi pembicaraannya harus benar menurut kaidah ilmu. Kalau anak bertanya, orangtua jangan asal menjawab, sebab bisa jadi jawaban kita itu salah menurut kaidah ilmu.

Misalnya, “Mama, kenapa ikan kok matanya nggak berkedip padahal ia ada di air?” Ibunya menjawab, ”Emang maunya gitu. Kamu yang gitu aja kok ditanyakan?” Ini adalah contoh jawaban yang asal-asalan dan tidak benar menurut kaidah ilmu.

Kalaupun orangtua tidak bisa menjawab pertanyaan anak, lebih baik berterus terang sambil memuji pertanyaan itu. Katakan, “Aduh sayang, pertanyaan kamu hebat sampai Mama nggak bisa jawab. Nanti kita cari jawabannya di buku ya.” Jawaban seperti ini adalah qaulan sadida.

Yang kedua, Qaulan Baligha. Artinya, perkataan yang berbekas pada jiwa. Agar ucapan berbekas pada jiwa anak, kita harus memahami psikis atau kejiwaan anak. Orangtua yang baik pasti mengetahui karakter anak-anaknya. Perkataan orangtua akan bisa menyentuh emosi atau perasaan anak, apabila mereka memahami karakter anaknya.

Yang ketiga, Qaulan Ma’ruufan. Perkataan yang baik, yang penuh dengan penghargaan, menyenangkan dan tidak menistakan. Apabila kita menemukan kesalahan dalam perilaku atau ucapan anak, tegurlah dengan tetap menjaga kehormatan anak, jangan dinistakan di depan orang banyak.

Yang keempat, Qaulan Kariiman. Perkataan yang mulia, yang memberi motivasi, menumbuhkan kepercayaan diri, perkataan yang membuat anak bisa menemukan potensi dirinya. Misal, ada anak yang mengeluh pada orangtuanya karena nilai fisika selalu jelek. Ayahnya berkata, “Waktu SMP, nilai fisika ayah juga selalu jelek. Tetapi, sekarang ayah malah jadi guru besar fisika. Ayah yakin kamu bukan bodoh, tapi belum menemukan teknik belajarnya.”

Ini contoh ucapan yang qaulan kariiman, ucapan mulia yang penuh motivasi. Apa contoh yang tidak qaulan kariiman? Ortu yang komentar, “Emang kamu nggak ada bakat di fisika, sampai kapan pun pasti jelek nilainya.” Hati-hati, ucapan ini bisa membunuh semangat dan karakter anak.

Yang kelima, Qaulan Layyinan. Perkataan yang lemah lembut. Ucapan lembut mencerminkan cinta dan kasih sayang, sementara ucapan kasar mencerminkan kemarahan dan kebencian. Islam mengajarkan kita layyin alias lembut, penuh cinta dan perhatian.

Dalam riwayat Imam Ahmad, diungkapkan bahwa Rasulullah bertemu dengan seorang sahabat yang sangat melarat. Rasul bertanya, “Mengapa kamu mengalami kesengsaraan seperti ini?” Sahabat itu menjawab, ”Ya Rasulullah, saya mengalami kemelaratan ini karena selalu berdoa, ’Ya Allah, berikanlah kepadaku kemelaratan di dunia, sehingga dengan kemelaratan itu aku bisa bahagia di surga.”

Mendengar jawaban ini, Rasul bersabda, ”Inginkah aku tunjukkan doa yang paling baik? Robbanaa aatina fid dunya hasanah, wafil aakhirati khasanah wa qinaa ‘adzaabannar (Ya Allah, berikan kepada kami kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akherat serta jauhkan kami dari azab neraka).”

Coba kita perhatikan kasus tersebut. Doa yang diucapkan sahabat itu salah. Ia minta melarat di dunia, karena berharap kebahagiaan di akherat. Akan tetapi, Nabi tidak memarahinya. Beliau menunjukkan doa terbaik dengan penuh kelembutan. Apa hikmah yang bisa kita ambil? Dalam berkomunikasi dengan anak, bila mereka melakukan kesalahan, jangan dihadapi dengan kemarahan, apalagi menggunakan bahasa yang kasar. Gunakanlah bahasa yang lembut, penuh cinta dan hikmah.

Yang keenam, Qaulan Maysuura, perkataan yang mudah. Maksudnya, ucapan yang mudah dicerna, tidak berbelit-belit. Bisa juga bermakna ucapan yang membuat anak merasa mudah untuk melaksanakan apa yang kita katakan. Misal, ada seorang anak mengeluh bahwa belajar Bahasa Inggris itu susah.

Ada orangtua berkomentar, ”Teman Mama sekarang sekolah di Amerika. Padahal dulu, nilai bahasa Inggrisnya jelek. Tapi, ia tekun, maka sesulit apa pun pelajaran, kalau kita tekun insyaAllah jadi biasa dan akhirnya bisa.”

Inilah contoh ucapan yang maysuura, ucapan yang membuat orang yang mendengarnya merasa mdah dan ringan. Sayangnya, ada ortu yang berkomentar begini, ”Emang Nak, kalau nggak cerdas, belajar sekeras apapun tetap aja bodoh!” Inilah contoh ucapan yang tidak maysuura karena ucapannya membuat anak menjadi semakin merasa sulit, bahkan jadi putus asa. (*)

24 comments

  1. MAturnuwun Mba sharingnya. Adem gitu bacanya. Saya emang paling takut sampai salah memberikan pendidikan ke anak. Semoga bisa istiqomah ya kita memberikan yang terbaik.. 🙂

  2. Luar biasa informasinya. Ngobrol/berkomunikasi dengan anak emang ada seninya ya mbak ^^ aku jadi inget satu video di sosmed baru-baru ini yang memperlihatkan ada anak minta dibeliin sekantung permen ke mamanya. Alih-alih menolak, si ibu kemudian ajak anaknya cek komposisi gula di kantung permen. Lalu, si ibu kasih pemahaman jika untuk anak seusia dia, batas konsumsi gulanya sekian aja. Si anak dibikin ngerti jika makan permen boleh tapi jangan berlebihan. Anak yang kritis gak bisa ditakut-takuti tapi harus dibikin paham. Persis tips yang mbak tulis di atas. Kebayang ya, apalagi kalo generasi alpha haha.

  3. ini ssesuatu yg aku masih harus banyaaaaak belajar mb. Jadi ortu itu ga mudah kan. Apalagi aku yg kesabarannya setipis tisu 😅😣. Dari awal krn dulu aku dididik secara militer, ga pengen anak2 ngerasain yg sama. Krn cara itu cuma bikin anak ga bakal deket ama ortunya. Jadi aku berusaha demokratis dan bisa jadi temen mereka. Cumaaaaa, kdg aku kebablasan. Marah sampai teriak, bentak. Walo ujungnya nyesel… Susah banget bagian kesabaran ini….

  4. Masyaallah.. Betul banget ini. Cara komunikasi dengan anak emang penting dna bisa jadi teladan bagi sang anak. Kalau kita berkomunikasi dengan baik, anak juga akan baik, begitu juga sebaliknya.

    Dulu waktu anak sulung saya masih kecil, saya kalau marah membentak-bentak, lalu pada suatu hari saat dia usia 3-4 tahun, saat saya bentak, dia teriak balik. Saya langsung syok. Rasanya kaya bercermin. Buru-buru istighfar dan berusaha keras memperbaiki diri. Saya tahu saya salah dan saya nggak mau anak saya begitu.

    Semoga kita semua dimudahkan dalam mendidik anak-anak dan bisa menjadi contoh yang baik bagi mereka. Aamiin…

  5. Masya Allah bagus banget wejangannya.. Terima kasih pengingatnya ya Mbak, aku save ini biar bisa terus dibaca ulang… perkataan orangtua walau kadang maksudnya bercanda bisa jadi luka batin yang dibawa mereka sampai dewasa. naudzubillah..

  6. Terima kasih pencerahannya kak, bagus banget ini diterapkan ke anak. Memang anak-anak zaman now lebih pinter dan kritis-kritis. Tapi kita sebagai orang tua juga harus bisa berkomunikasi dengan baik terhadap anak, agar hubungan juga tetap harmonis. Tidak seperti zaman saya kecil, bapak adalah seorang militer dan mendidik anak2 dengan disiplin yg keras. Saat ini saya berusaha didik anak2 dengan cara yg lebih halus tapi mengena. Terima kasih sekali lagi sharing dan pencerahannya.

  7. Honestly yaaa….., keluhan soal anak zaman sekarang yang ‘temperamen’ itu memang sering banget didengar. Padahal, setelah baca penjelasan dari Ustadz Aam Amiruddin ini, jadi mikir lagi sih buat akunya jugajangan-jangan akarnya justru dari cara komunikasi dan lingkungan yang kita, para orang tua, ciptakan ya?
    Poin soal hormon ibu hamil yang memengaruhi temperamen anak itu mind-blowing! Jadi makin sadar pentingnya menjaga ketenangan diri, bukan cuma buat diri sendiri tapi buat si kecil juga.

  8. Tipsnya tuh masuk semua Mbak. Emang ya sering banget tuh kalau ngobrol sama anak, rada-rada ngegas gitu. Wkwkwk… Kayak berasa diuji banget.

    Kadang juga jadi mikir sih, ini apa aku yang jelasinnya belibet atau anak yang emang menguji kesabaran aja. Hahaha.. Dan aku setuju, jelasin ke anak atau minta tolong ke anak tuh kudu singkat, padat dan jelas. Biar nancep apa yang kita omongin ke anak juga.. 😀

  9. Aku ketemu grup emak2 yang anak2nya usia belasan, eeehh problemnya samaaa. Suka sharing2 gitu. Tapi kalau dipikir2 lagi kita emaknya pun pernah ada di fase itu haha :p
    Kalau sama anak remaja emang keknya perlu tarik ulur yaa. Mantul ini mbak tips komunikasi ma anaknya, tengkyu lho, mau coba takterapkan ke anak2ku.
    Yg paling susah nih kelima, yang lembut2 ki wkwkw, kadang suka keceplosan ngegas juga apalagi misal waktunya pendek heuheu.
    Tapi bener nomor 1 ortu kudu mengenal karakter anaknya gimana dulu yaa, sehingga bahasa komunikasi yang dipakai pun tepat dan kena sasaran dengan baik.

  10. Ini cocok banget buatku soalnya Saladin sudah hampir 13 tahun, sudah remaja. Alhamdulillah so far belum rebel (jangan sampai).

    Penuturan pak ustad bagus banget ya. Parenting terbaik emang harus merujuk pada Al Qur’an. Terutama dalam memanggil anak yg harus lemah lembut. Gak oleh nyentak2 ngongkone apalagi sambil misuh..euu

  11. tulisan ini semakin membuka pikiran lara orang tua, bahwa saat anak seperti ini itu, jangan langsung menyalahkan anak, tapi orang tua yang introspeksi diri. Ibaratnya, orang tua adalah pohon dan anak adalah buah.

    Misalnya banyak tempramental karena saat hamil ibunya juga pemarah ya. Anak suka berkata kasar, karena meniru orang tuanya yang suka ngomong kasar. Anak adalah peniru ulung. Jadi segala prilaku orang tua juga harus dijaga. Sebaliknya orang tua bisa mengajar atau menirukan hal-hal yang baik. Tulisan yang sangat keren sekali ini.

  12. ada beberapa yang daku ikuti karena pernah dipraktikkan ke keponakan.

    Pas ngobrol sama mereka memang kelihatan, kalo kitanya (yang dewasa) lembut ke anak², merekanya juga demikian dan mudah untuk diberitahu

  13. Menarik sekali tulisannya, sebagai yang bukan muslim, aku jadi tahu. Paling suka dengan Qaulan Baligha. Artinya, perkataan yang berbekas pada jiwa. Ini penting banget bagi pendidik apalagi orang tua.Ah terima kasih banyak, aku jadi punya refrensi ke isi kitab suci, untuk klien yang punya persoalan mendidik anak, karena benar adanya anak berlaku seperti itu cerminan dari orang tua.Mereka bisa karena melihat, apalagi mendengar kata-kata. Penting berkata membangun supaya anak tumbuh menghidupkan.

  14. setiap ucapan yang diucapkan oleh orang tua itu harus baik dan benar dan tidak boleh mengucapkan hal negatif yang bisa mencederai pertumbuhan anak. Itulah kenapa hati-hati saat berbicara dan berbicara yang baik dan bermanfaat karena mereka pasti akan meniru apa yang kita ucapkan

  15. Ya Allah ustadz Aam,,,,,dulu saya waktu kuliah seneng banget dengerin ceramahnya di radio tiap pagi. Saya yang anak-anaknya udah besar-besar perlu cara lain buat mendidik mereka. Saya dan suami menjadikan mereka sahabat, ngobrol dan diskusi menjadi sebuah sarana untuk menanamkan nilai-nilai pembelajaran hidup.

  16. Masha Allah, menyejukkan sekali baca tulisan mba Rahma dari kajian bersama ustadz Aam. Insightful banget mba, jadi memang saat melihat tingkah polah remaja masa kini jangan hanya judge aja. Melainkan mesti pada introspeksi, terutama kedua ortu dan mensolusikan selama masih bisa diperbaiki dengan cara didik yang tepat.

    Makasih sudah sharing ilmu bermanfaat mba. Parenting itu memang mesti mengikuti perkembangan zaman.

  17. Kangeeenn sama Ustadz Aam..
    Seneng dateng ke kajian rutinnya dulu di perumahan Ibu-ibu Angkatan Darat.

    Alhamdulillah..
    Kajian parenting Ustadz Aam tetap materinya bisa segera dipraktekkan tapi dengan suasana yang ringan dan menyenangkan.

  18. mbak Nurul makjleb ini reminder, terima kasih ya sharingnya.

    Akhir-akhir ini gampang banget jadi ibu singa, anakku samapi bilang ibu galak kayak singa

    harus sering berlatih ini supaya mengeluarkan kata-kata yang baik aja atau lebih baik diam

  19. Poinnya bagus banget, komunikasi antara orang tua dan anak memang kuncinya di suasana santai dan saling menghargai. Kadang hal sederhana seperti mendengarkan tanpa menghakimi sudah cukup bikin anak lebih terbuka.

  20. Duh, jadi tamparan banget ini, makasih sharingnya mbak

    sebagai orang tua, kadang kita nuntut anak bisa komunikasi yang baik, eh tapi kitanya yang belum bisa memulainya ya mbak

Leave a reply to bukanbocahbiasa Cancel reply