Ya Memang Sudah Takdirnya

OMAIGATTT! Pagi-pagi udah ter-hakdesssh setelah baca postingan blogger/ novelis/ kolumnis favorit akooh, kang Adhitya Mulya. Yoi, Kang Adhit yang penulis novel fenomenal “Sabtu Bersama Bapak” “Jomblo”dll ituh.

Baca lengkap postingan Kang Adhit di http://www.suamigila.com  yah.

Screenshot_2015-12-05-10-21-14

 

Nah, jadi keinget deh, betapa sebagai orang tua, aku seriiing banget kasih jawaban yang asal nyeplos gitu aja ke Sidqi. Kesannya, nggampangin anak, biar dia enggak nanya-nanya lagi.

Misal gini nih. Kemarin ada sodara yang meninggal. Sidqi nanya, “Kenapa Om Maman kok meninggal Bu?”

“Ya karena sakit.”

“Sakit apa?”

“Yaaaa… ada penyakit yang membuat dia meninggal.”

“Kenapa sakit kok bisa sampai meninggal?”

*sigh* mungkin Sidqi emang beneran curious, ada orang yang sakit, tapi enggak meninggal. Khusus kasus om Maman ini, doi masih muda banget, sakit, lalu meninggal. INI GIMANA  NGEJELASINNYA?

Tarik napas, lalu aku berucap pelan….”Ya, karena emang sudah waktunya meninggal, Dek. Sudah takdirnya Allah… Allah juga sudah perintahkan Malaikat Izrail buat mencabut nyawanya.”

Lalu, Sidqi mak klakep. Dia mungkin masih bingung, tapi entah mau nanya apa lagi.

Dengan kata lain, jawabanku tadi mengatakan, “Ya sudah takdirnya, Dek…”

Well, mungkin dalam konteks ‘berserah diri ’ ‘tawakkal’ dan sebagainya, jawaban “Sudah takdirnya” memang paling tepat, joss gandos, dan mengandung nilai kepasrahan tingkat tinggi. Ibarat kata, makrifatnya udah level advance *ngomong opo tho, aku iki*

Akan tetapi, kalau menilik dari logika pikir dan cara merespon keingintahuan anak, jawaban yang aku berikan itu, sepertinya kurang bijaksana.

Yep, just like what they said… Yang BENAR belum tentu BIJAKSANA.

Kenapa?

Karena, setelah baca postingan Kang Adhit itu, aku baru nyadar, bahwa jawaban semacam itu, rentan menimbulkan rasa kapok pada anak. Yang pada gilirannya, membuat ia ogah melakukan eksplorasi lebih lanjut. Juga ogah bertanya-tanya ke orang tua, ha wong emaknya kalo ngasih jawaban juga asal-asalan dan sama sekali nggak ada unsur ‘menjawab persoalan dengan seksama’.

Sidqi seriiiiing banget kasih pertanyaan yang agak ajaib gitu. Karena males mikir, aku jawabnya juga singkat-padat-ringkas.

“Kenapa Bu, kok aku belum punya adek?”

“Ya memang!”

“Kenapa Bu, planet-planet itu kok diciptakan, tapi manusia cuma tinggal di bumi?”

“Ya memang!”

“Kenapa Bu, kok Ibu sebulan sekali pasti enggak sholat, lah kok aku harus sholat tiap hari?”

“Ya memang!”

 

Masya Allah… Jawaban apa ituuuh? YA MEMANG! Doooh *toyor pala emaknya sidqi*

Daaan, tren menjawab “Ya Memang!” ini, cepat atau lambat bakal ditiru habis-habisan oleh anak lanangku.

Ibu: “Mas Sidqi kenapa kok sekarang ogah ngaji ke Masjid?”

Sidqi : “Ya memang.”

Ibu: “Mas Sidqi kok nggak mau makan sayur?”

Sidqi : “Ya memang.”

 

Hiks… hiks… Baeklaaaah. Mulai detik ini, sejak detik tertamparnya dirikuh oleh postigan Kang Adhit, aku berjanji pada diri sendiri, untuk enggak lagi asal nyeploos saban kasih jawaban atas pertanyaan ‘ajaib’ bocil.

Kalopun engga bisa jawab, ortu boleh membuka ruang diskusi, dengan bertanya retorik “Menurut kamu, gimana?”

Naaah, pada saat anak-anak mencoba menyampaikan opini mereka, hayuk kita simak baik-baik. Jangan disambi makan CIRENG atau MIE INSTAN atuh laaaah :)))  *pengalaman pribadi*

Dengarkan baik-baik.

Siapa tahu, sebenarnya anak-anak kita  sudah tahu jawabannya. Mereka hanya ingin mengajak orang tuanya agar lebih meluangkan waktu dan perhatian untuk mereka.

Eh tapiii, apabila kita bener-bener nggak tahu jawaban yang presisi dan pas atas pertanyaan mereka, boleh deh, ulik-ulik kang Google. Cari situs/ website/ portal yang bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Atau, ajak anak untuk browsing jawabannya bareng-bareng ama kita.

Curiosity anak tersalurkan, kita juga bisa nambah wawasan kan?(*)

 

sumber foto: https://www.pexels.com/photo/

Advertisement

Author: @nurulrahma

aku bukan bocah biasa. aku luar biasa

16 thoughts on “Ya Memang Sudah Takdirnya”

  1. Hm… mungkin ini maksudnya “kepo terarah” ya Mbak. Supaya anak nanti pas besarnya punya rasa kepo yang tinggi tapi ya tidak kepo terhadap semua hal :hehe. Bagus, bagus, semua jadi ada takarnya. Orang tua juga bisa memonitor anak ini keingintahuannya ke arah apa saja, jadi bisa dipagari kalau mulai menjurus ke “ingin tahu yang aneh-aneh” :haha.

  2. Wah padahal saya termasuk tipe yang malas mikir kalau dikasih pertanyaan. Mesti banyak-banyak baca lagi nih. Heu
    Anyway jawaban ya memang sudah takdirnya itu sering saya ucapkan kalau ada yang nanya kok si ini nggak jd nikah sama si itu ya? Hehehe

  3. saya pun sama mak, kalo anak saya mulai banyak bertanya dengan pertanyaan yang susah dijawab biasanya saya memberikan jawaban yang singkat padat dan jelas yang tujuannya agar dia gak tanya-tanya lagi..

    membaca tulisan Kang Adhitya Mulya saya jadi malu dan tertampar banget, hiks 😦

  4. Saya punya tuh keponakan yang kepingin tahu banget. Tapi saya males jawabnya, karena..dia itu bukan kepo, melainkan karena dia itu sedang senang menggunakan kata “kenapa”.

    “Kenapa terang bulan warnanya merah?”
    “Karena ini rasa red velvet.”
    “Kenapa rasanya red velvet?”
    “Karena dari bubuk red velvet.”
    “Kenapa kok dari bubuk red velvet?”

    Nih anak nalarnya ndak jalan, ya? Saya ha,pir menjawab, “Karena kalau dibikinnya dari bubuk dagingmu, berarti kita kanibal, Nak.” Tapi kan nggak mungkin kita ngomong begitu??

    Hm..kira-kira saya tante yang jahat nggak ya? Hm…

  5. Kalo A seneng banget ngejar pertanyaan. Misalkan ada truk berhenti di jalan yang bikin macet.
    A: kok macet ayah?
    Ay: iya nih truknya mogok,
    A: kok mogok?
    Ay: karena ada yang rusak mungkin mesinnya ato habis bensin
    A: kenapa rusak?
    Ay: mungkin belom diperiksa sebelum dipakai
    A: kok nggak diperiksa sebelum dipake?
    Ay: mungkin orangnya lupa
    A: kok orangnya lupa?
    Ay: nanti ayah jelasin kenapa kok orang bisa lupa ya

    Dan kemudian sang ayah pun lupa menjelaskan kenapa manusia bisa lupa.

    Nuwun Mbakyu sudha diingetin lagi.

  6. Iya nih. Aku ngerti banget perasaan kayak gini.
    Anakku juga sering melontarkan pertanyaan2 yang mengharuskan saya mikir sebelum menjawabnya.
    Kadang, kalo saya njawabnya adal ceplos dan abinya denger, pasti ditegur : umi jawabnya kok gtu ke anak-anak
    Kayak njawab ke siapa aja.
    Huhuhu, aku mau tobat.

  7. kalau sekarang sih enak, ada mbak google apa saja yang gak tahu bisa tanya sama si mbah. jaman anak2ku masih kecil kalau ada yg aku tahu, aku cuma bilang nanti ya mama cari dulu di buku. Sudah itu cari deh di toko buku…Makanya sekarang ortu sdh sangat dimudahkan. Janagn anggap sepele pertanyaan anak

  8. Uhuhuhuhu…. aku nih sering begitu. Terutama sama anak ketigaku, 3thn, yg lagi masa bawel2nya. Aduuuuh… segala ditanya. Sampe bingung jawabnya. Dan iya, jawaban kaya di atas itu yg akhirnya sering ke luar. Ihiks… kudu ekstra sabar ya, mbak. Kasian si anak kalo emaknya bikin dia jadi kapok untuk nanya2 lagi…

  9. Hmm sebenarnya nggak cuman mengenai kekeppoan anak yang harus diperhatikan, semua perkataan kita terhadap anak juga harus diperhatikan. Nggak boleh sembarangan berbicara, karena bisa jadi anak akan mengingat selamanya perkataan kita itu.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: