Saya Benci Mudik

Sepenggal kenangan tentang MUDIK di saat Lebaran IdulFitri. Benci tapi cinta. Katanya sebel, tapi ternyata rindu juga.

Saya benci mudik.

Sekarang, saya baru menyadari, bahwa heii, ternyata selama bertahun-tahun silam, rutin melakoni kegiatan mudik ketika Lebaran, dan ternyata yang langsung mencuat di batok kepala adalah: hal-hal asem seputar perjalanan mudik. Kampung nenek saya ada di Pacitan. Kalau lihat di Google map, jarak Surabaya – Pacitan adalah 272,3 km. Sejak kecil, saya selalu diajak ortu untuk mudik, naik bus umum, dengan rute bus Surabaya – Ponorogo (naik bus besar) disambung Ponorogo – Pacitan (naik bus kecil, yang bunyinya mleyot mleyot seolah hidup segan, mati pun enggan)

Tahun 1980/1990-an jalur Ponorogo – Pacitan ini termasuk jalur tengkorak. Jalanan sempit, curam, berbatasan langsung dengan tebing dan jurang! Tidak sedikit kabar yang menyebutkan bahwa beberapa sopir hilang kendali, sehingga terperosok ke dalam jurang. Kalau berpapasan dengan kendaraan dari arah berbeda, maka salah satu harus mengalah. Antre dulu, boskuuu. Baru ntar dapat giliran buat jalan lagi.

Saya benci mudik.

Yang berkelebatan di benak adalah, ketika kami harus lari-lari mengejar bus Ponorogo – Pacitan. Armadanya sangat terbatas, dan jumlah pemudik sungguh WOW! Ternyata banyak juga yang kampung halamannya di Pacitan. Kami bagaikan para pengungsi yang sedang berebut jatah mie instan. Lari-lari dengan sekuat tenaga, tentu sambil membawa tas, kardus berisi oleh-oleh untuk saudara di desa. Nafas tersengal-sengal, namun Ibu tetap bersikukuh, “Ayo yang kuat larinya! Biar nanti dapat kursi yang enak di bus! Nggak mau berdiri selama perjalanan Ponorogo – Pacitan kan?”

Ilustrasi bus dari pexels.com. Yang jelas kalo mudik ke Pacitan, busnya kagak seperti ini yhaaa 😀

Saya –si bocah 8 tahun itu– mati-matian berupaya mengejar peluang untuk mendapatkan ‘secuil surga’ berupa kursi dalam bus. Masuklah daku ke bus reyot binti mleyot. FULL HOUSE. Bau apek, asem, prengus menguar ke seluruh penjuru. Belum musim pakai masker, jadi indra penciumanku bisa dengan leluasa mengendus anek aroma yang tak pernah diminta. Kadang, terpaksa nafas pakai mulut! Biar hidung nggak terlampau tersiksa. Okehhhh duduk berdempetan, juga bersinggungan dengan aneka tas milik penumpang, kardus segambreng, dan….. ayam jago yang dipangku orang! Hadeuhhhh.

Beginilah kondisi kasta sudra kalau harus mudik di musim Lebaran. Penuh perjuangan yang bikin badan sempoyongan. Bus mulai melaju…. awalnya pelan… kemudian pak sopir mulai bermanuver, berani ngepot sana…. ngepot siniii…… cccitttttt, ngerem mendadak, karena ada mobil dari arah berlawanan, lalu injak gas lagiii, ngepooooott, dannn….

Hoeksss byoooorrrr!

Salah satu penumpang tengah mengosongkan isi lambung di tengah-tengah kepadatan penduduk. Baunya? Jangan ditanya. Apalagi si penumpang ini tidak bersiap membawa tas kresek. Otomatis, konten yang tadinya bersemayam dalam lambung, kini berpindah ke lantai bus!

Kudengar pak kondektur marah-marah, “Niki pripun mengke kulo ale ngresiki?” (ini gimana nanti aku bersihinnya)

Si penumpang yang muntah mabok darat, tampak memasang muka pasrah seolah berujar, ‘Embuh Mas, mengko sampeyan pikir dewe wae‘ (Nggak tau Mas, nanti kamu pikir sendiri saja)….. sosok di sampingnya tampak mengoles-oleskan minyak dengan logo kapak, dan ini semakin menambah acakadutnya aroma di dalam bus. Tak ayal, ada yang menyodok-nyodok lambungku, rasanyaaa mual….. mana kresek? mana kresek?? Bukkk, aku butuh kreseeeekkkkk

Hoeksssss byoorrrrr!!!

Ayam, eh, ayaaammmmm….. Kucing eh, kuciiingggg! Kageeettt aku kageeeettttttt!!

***

272,3 km ditempuh dengan susah payah. Perjalanan yang menuntut pengorbanan tenaga, kesabaran, keikhlasan, dan rasa mual yang terus terbayang.

Itulah mengapa saya benci mudik.

Sampai di Pacitan, okay… Alhamdulillah Bulek (adik kandung Ibuku) mempersiapkan segala sesuatunya dengan paripurna. Teh seduh hangat (yang entah kenapa, rasanya segerrr banget!), plus aneka kudapan dan menu khas Pacitan yang menggugah selera. Rengginang (kami sebutnya ‘krecek’), alen-alen (kami menyebut ‘kolong’), kembang goyang, madu mongso, tape ketan, you name it! Jajanan tradisional yang agak sulit ditemui di kota besar.

Bersua dengan eyang putri juga menerbitkan bahagia tersendiri. Eyang yang berkulit putih bersih, jago masak, lincah, pandai bergaul…. Plus pohon kelapa depan rumah, yang siap untuk dieksekusi jadi es kelapa muda nan segarrrr! Whoaaa, sensasi minum langsung fresh from the coconut tree, ini memang warbiyasak!

***

Meski demikian, saya tetap benci mudik. Saya harus bersua dengan banyak orang, minta maaf pada orang yang bahkan nyaris tak pernah berinteraksi dengan saya! (dan itu artinya, mana mungkin saya punya salah ke mereka?)

BANYAAK, BANYAK BANGET yang namanya pun tak aku tahu.

Hanya ibu dan eyang menjelaskan bahwa mereka itu SAUDARA. Dan, yuk mari kita maaf-maafan.

Bertahun-tahun Lebaran di desa, aku hanya belajar satu hal: Bahwa keluarga kami punya BANYAK sekali personel. Udah, itu aja. Ada sodara anaknya sepupunya iparnya eyang. Terus, ada ponakannya adik bungsunya paman-nya eyang. Yeah, se-mbulet itu 

Makin kesel lagi, manakala orang-orang yang tidak (terlalu) aku kenal itu, bertubi-tubi memberondong tanya, dengan frasa andalan “KAPAN?”

“Lhoooo… kok udah gede sih, kapan dikenalin cowoknya?”

“Oh, ternyata sudah kuliah, ya. Kapan skripsi dan wisudanya?”

“Eh, udah lulus tho. Berarti kapan ini mulai kerja?”

“Wahhh, udah kerja ya, jangan terlalu fokus kerja. Kapan nih mau nyebar undangan?”

“Oh, udah menikah ya. Alhamdulillah… jadinya, kapan mau punya anak?”

“Lho anaknya kok cuman satu. Kapan dikasih adek?”

Aaarrrghhh!

***

Eniwei, sudah bertahun-tahun merayakan Lebaran, saya tak kunjung paham apa esensi MUDIK. Memang senang  bisa pulang ke Pacitan, tapiii agak kurang worth it karena saya kudu berjibaku naik kendaraan umum, dan menempuh perjalanan kurang lebih 9 jam!!

Bener-bener rasanya pinggang pegel linu, encok auto kumat!

Tim Bahagia ala-ala ketika mudik 😀

Kemudian, datanglah corona season ini. Yang membuat mayoritas dari kita tidak bisa mudik ke kampung halaman. Dan karena itulah, tiba-tiba, saya rindu dengan semua keribetan/ kerempongan tatkala mudik.

Ingin rasanya ke Pacitan lagi… wis aku rapopo meskipun harus menjalani hal-hal yang super nyebelin.

Yang penting, bisa ketemu sanak saudara. Bisa bergembira ria, merayakan indahnya Idul Fitri nan ceria syalala.

Corona, please please…. udahan yaaaa…..

Backsound, lagunya NAIF “Benci untuk Mencinta”

Oh betapa ku saat ini
Ku benci untuk mencinta
Mencintaimu

Oh betapa ku saat ini
Aku cinta untuk membenci
Membencimu

Aku tak tahu apa yang terjadi
Antara aku dan kau
Yang ku tahu pasti
Ku benci untuk mencintaimu

Tulisan ini dibuat dalam rangka mengikuti tema ini “Mudik dalam Tulisan” yang diselenggarakan Warung Blogger.

Advertisement

Author: @nurulrahma

aku bukan bocah biasa. aku luar biasa

78 thoughts on “Saya Benci Mudik”

  1. Wah sama nih, saya dulu ga suka mudik, karena malas berangkatnya, naik bis yang desak2an berebutan calon penumpang lain. Sampai rumah kakek-nenek di Sukabumi ketemu keluarga besar yang buanyak orangnya, ditambah tamu2 yg pas lebaran kaya ga ada berhentinya. Biasanya saya bakal tersingkir pindah2 ruang, kadang2 akhirnya tiduran di kolong meja makan haha..

    Sekarang saat kakek-nenek sudah tiada sekarang mudiknya dipindah ke anak tertuanya di Jakarta, saya malah jadi kangen suasana ngumpul2 kaya dulu lagi, biasanya dulu minimal menginap 3 hari di rumah kakek-nenek.

    Sekarang saya punya tujuan baru mudik yaitu tempat kelahiran istri saya di Bangil. Tapi saat menulis tulisan ini udah setahun lebih ngga mudik ke Bangil karena pandemi (anak masih kecil & di rumah ada orang tua yang sakit).

    Sebagai orang yang pernah intovert (saya kok ga ngeras introvert lagi sekarang) dulu mudik ketemu banyak orang bikin waswas, tapi sekarang malah ngangenin.

  2. Pacitan hanya dalam bayanganku, mb. Maksude membayangkan jalannya spt itu, udah males duluan kalo mau mbolang ke sana 😄 Apalagi bis ke daerah2 kuwi rata2 memang hobi ngepot dan ngebut. Senam jantung beneran.

    Selamat lebaran ya mb Nurul. Semoga corona cepat enyah, biar bisa mudik bersensasi lagi 😁

  3. Mbaaa aku pernah Ke Pacitan.
    Waktu itu main ke Madiun temenku, njur motoran ke Pacitan. Ke Pantai pasir putihnya lupa aku namanya. Menyenangkan banget
    Akhirnya benci jadi cinta mudik ya mba. Alhamdulillah. Maap lahir batin mba.

  4. Horok horok horokkk itu foto paling bawah bisa terkumpul sebanyak itu ya Mbak di Pacitan? Luarrrr biasa yang bisa berjuang mudik ke Pacitan dengan segala kesupernyebelinnya. Hahha. Perutku jadi keras nih akibat ketawa-ketawa baca tulisan mbak Nurul 😀

    Tapi sekarang jalan ke Pacitan apa ya masih kayak dulu, Mbak? Mosok gak diperlebar jalannya atau gimana biar lebih nyaman.. hehe.

  5. Wadidaw ga kebayang aku mba kalau naik bus.apalagi busnya cem gitu. Kalau Jogja – Lampung mah masih ada bus damri yg lebih manusiawi ya. Mudik zaman dlu mmg identik dengan macet dan padat penumpang. Ya setidaknya corona membuat mereka ga lagi berlelah mudik. Meskipun jadi kangen mudik

  6. Ohhhh akhirnya aku tau kenapa mbak nurul juga putih, pandai memasak dan pandai bergaul, ternyata memang turunan eyangnya. Hehehehe…

  7. Beberapa kisah perjalanan mudik memang mengesalkan bagi anak. Makanya saya dan suami punya standar minimal mudik agar anak tidak punya trauma mudik. Memperhatikan pendapat dan perasaan anak lebih penting.

  8. Aku juga tim yang entah kenapa gak suka naik bis kalo perjalanan jauh, lebih milih naik kereta. Terus gak kebayang mesti mudik pake bis, apalagi terkenal bis itu suka ugal2an gt supirnya. Perjalanan berasa kayak naik wahana di taman hiburan. Ehehe.

    Etapi mamaku jg pernah cerita dulu kalo naik kereta jarak jauh pun sama gak nyamannya krn mesti desek2an gitu.

    Walau penuh perjuangan banget untuk mudik, tapi insyaallah semoga tahun depan bisa mudik ya mbak. Apalagi skrg pilihan transportasi jg udah lebih nyaman jadi gak bikin benci2 banget untuk mudik.

  9. Sama, Mbak Nurul. Saya juga kurang suka kalau di perjalanan lama, dan suasananya terlalu riuh. Ya tapi kan memang seperti itu apalagi kalau momen lebaran hwehe. Belum lagi kalau barang bawaanya banyak dan berat XD dan aku kecil dulu gampang mabuk darat, mungkin karena nggak sering naik kendaraan jadi ya selalu sedia, kresek XD Lho he, momen keribetan ini tahun ini malah dirindukan ya, Mbak.

    Wahaha, kalau momen lebaran ini kadang takjub kok ternyata punya saudara yang banyaaak sekali. Maklum sih orang dulu atau nenek, anaknya banyak jadi nyebar ke mana-mana deh. Aku tentu saja nggak hafal semuanya kalau sebanyak itu XD

    Semoga tahun depan situasi sudah lebih baik dan bisa kembali merasakan mudik dan bertemu keluarga di desa, ya. Pasti kangennya udah nambah-nambah ini.

  10. ah, ini mah benci tapi sayang
    benci tapi rindu
    pasti dalam hati kecil merasa senang karena disambut oleh hangatnya keluargaaa, yang kangen cerita-cerita kitaaa, hoho

  11. Mba … pengalaman mudik yang sama dengan saya adalah mabuk kendaraan. Inilah yang bikin males di jalan. Hehe …

    Eh tapi saya nikah sama tetangga loh, ibu dan mertua masih satu RT. Saya mudiknya paling deket, bisa sambil jalan. Malah saya kangen dulu pas masih kecil diajak mudik ke kampung halaman ayah.

    Sekarang nenek dan kakek Dari ayah juga ibu udah berpulang. Jadi saya engga pernah mudik selepas nikah Mba.

  12. HAhhahaha… benci untuk mencinta. Mudik ni emang penuh asem-asem ya, Mbak. Asem keringet, asem gumoh, asem dompet, asem kuping… halah komplit. Tapi kok ya nagih LOL kudu banget mudik kala enggak hati yang di sana yang asem.

  13. Aduh, aku jadi ingat pernah juga pas mudik lebaran, baliknya ada penumpang yang mabokan (sering muntah), duhhh itu rasanya bikin gimana gituuu.

    Tapiii.. kenapa aktivitas di perjalanan itulah yang bikin nagih. Hahaha

    1. Ahaha iya salah satu yang gak ku sukai dr naik bis kalau ada bau muntahan, pokoknya bisnya jorookk. Tapi itu dulu, Denger2 zaman now bis jg bagus dan wangi sih, solanya ber-AC keknya 😀

  14. Definisi mudik bagi aku yaitu kumpul dengan ortu. Dah gitu aja. Maksa ya definisinya hahaha, krn aku sendiri ya sebenarnya tinggal di kampung halaman. Jadi mau mudik kemana? Wkwkwk. Berhubung ortu tinggalnya beda kota, ya sudahlah makanya aku bikin definisi mudik ala aku sendiri

  15. Mudik itu menurutku kumpul bareng ortu. Berhubung aku tinggal di kampung halaman dan jadi mau mudik ke mana?? Hehehe… Jadi definisi mudik ala aku ya begitu aja deh.

  16. Perjuangan mudik memang tidak gampang tapi jadi momen cerita yang istimewa. Apalagi saat seperti ini sudah banyak cara ke kampung tapi wabah penyakit melanda . Jadi ditunda mudik

  17. Perjuangan mudik memang tidak gampang tapi jadi momen cerita yang istimewa. Apalagi saat seperti ini sudah banyak cara ke kampung tapi wabah penyakit melanda . Jadi ditunda mudik

  18. Setiap musim mudik, di TV pasti selalu keluar Jalur Tengkorak ini ya mba. Wkwkwk. Yah, mudik sampai sekarang masih jadi budaya masyarakat kita. Saya pun demikian. Baru aja beberapa tahun terakhir menyadari bahwa mudik itu gak harus pas Lebaran. Lebih nyaman lagi mudik di hari biasa. Tinggal menyesuaikan jadwal cuti kerja suami saja.

  19. hahahha….. pengalaman ku juga tuh

    tapi saya naik kereta api ke Jogja untuk mudik ke eyang

    pengalamannya sih sama, secuil tempat duduk karena zaman dulu kereta api belum semewah sekarang

    orang muntah, bau obat gosok, lorong dipenuhi orang tidur

    anehnya kondektur nya lempeng aja 😀 😀

  20. Gak pernah lewat Ponorogo sih mbak seringnya pas zaman nunpak bis dulu tu via Tulungagung, Trenggalek,soale suka mampir Nganjuk dulu
    Suweeee. Zaman numpak bis astaga, Mana pakai oper dan nungguin bis ke Pacitan lama amat kudu nginep terminal dhsik. Namanya anak kecil yo jd males akhire lungo2 sejauh itu wkwkwk
    Tp skng yo kangen heuheu
    Aku paling suka kalau bapak ibuku ngajak aku makan nasi gulai atau apa namanya itu depan terminal Trenggalek persis, rasane enak.

  21. Mungkin karena busnya lebih bagus ya, jadi kami selalu bersemangat mudik dari Bogor ke Lamongan, hehe. Perjalanan 16 jam rasanya tetap dinantikan, dengan selingan aroma Pop Mie di rest area. Ketemu ibu dan kerabat, plus makanan khas saat lebaran membuat capai tak terasa. Ya semua memang terasa indah saat kita ga bisa melakukannya lagi. Sekarang mudik dekat banget, jadi kangen masa mudik berpuluh jam bahkan sampe berhari-hari. Mohon maaf lahir batin. 🙂

  22. Alhamdulillah, beruntungnya saya baru merasakan mudik ketika sudah dewasa, jadi tidak sempat merasakan bagaimana jika saya mudik sedari kecil. melintasi jalur yang berkelok-kelok dengan berbagai macam halangan tentu akan menguji ketahanan lambung.

    Sungguh tidak bisa dibayangkan betapa memuakkannya itu aroma di dalam bus yang terkena muntahan tadi, dan konon muntah di dalam bis bisa menularkan kepada penumpang yang lainnya. Pernah punya pengalaman yang seprti itu, di tahun 2018 mudik menggunakan bus, dan salah satu penumpangnya ada yang muntah, meskipun muntahnya dibungkus di kresek, namun tetap saja baunya menguar dan menyebar ke seantero bis. Hasilnya, tentu saja memancing muntah-muntah selanjutnya.

    Dan, apesnya saya juga ikutan muntah, padahal itu lagi puasa, dan sedihnya saya muntah hanya lima belas menit menjelang waktu berbuka puasa, sungguh sangat disayangkan dan menjadi pengalaman yang tidak mengenakkan.

  23. Baca postingan ini jadi inget mudik jalan masih single dulu, Kalau ke Pacitan 200an km, ke Semarang 500an km mbaaa. Dan pernah juga macet banget Allohuakbar sampai di jalan itu 29 jam. Kaki sampai bengkak dan WC bis airnya habis dan baunya sampaiiiiiiiii ke mana mana. Bayanginnya aja udah trauma. Alhamdulillah akhir akhir mudik sudah bisa naik kereta jadi lebih bahagia.

  24. hahaha… aku gak punya pengalaman mudik waktu kecil, soale rumah kedua nenekku dekat sama umah orang tua, cuma beda desa aja. Btw, kakeknya PakSu juga asalnya dari Pacitan, tapi aku belum pernah ke saudara yang di sana. Tapi udah kebayang sih, jauhnya kayak apa…

  25. Saya juga sebenarnya tidak suka jika harus mengejar bus menuju Jogja karena pasti kondekturnya tuh nyinyirin karena kami cuma sampe Kertosono saja
    Padahal yaa kita bayar lo meskipun harga tiket naik berkali lipat
    Sekarang yaa gimana, semuanya ga bisa…

  26. Aku juga mau mudik kalau sambil dipeluk sama Han JI-pyeong gitu deh mbak, wakakakaa… Mudik ini selalu memliki cerita tersendiri ya, ada yang seru bahkan ada yang menyebalkan. Ada dulu teman kantorku males mudik karena males mendengarkan serentetan pertanyaan sanak saudaranya, jadi dia selalu alasan dikirim ke luar negeri sama kantor padahal dia biaya sendiri.

  27. Hahhaaaa, sensasi mudik memang luar biasa yaaa, Surabaya Pacitan masih dekeeet atulah tapi kbayang kalo pake Bus Mleyoot atulaah.
    DAn berasa tuuh, kalo maaf2an di kampung banyaak, berikut ga pada kenal, semuanya sodaraaa, sekampung.

    Aku kangen Mudik ke Boyolali, Soloo, biasanya smangaaat banget, seneng dijalannya, dikampungnya, pas pulaang mobil Mleyoot isinya harta karun kampung dijejelin semua sama si mbaah,

  28. Weleh2 mbak….. emang deh mudik itu punya banyak rasa ya. Ada lelah pastinya tapi berujung pada kebahagiaan karena bertemu sanak saudara. Meskipun terkadang bingung dan atau lupa wkwkwkwk siapakah dia atau mereka? Hahahaha… Mudik itu senang sama suasana dan kerempongannya 😀 Aku mah ga ke mana2, kan orang tua ada di jakarta. Di Bandung iya sih numplek sodara2 buanyaaaaaak pisan.

  29. Duh, naik bis 9 jam kayaknya aku harus nelen antimo berapa biji tuh yah?
    Biar sepanjang jalan bablas tidur aja udah deh hehehehe

    Memang setelah corona ini, banyak hal-hal yang disebelin malah jadi kita kangenin yah mbaaak huhuhu

  30. tadi aku kaget sama busnya ya, aku kira tuh bus ponorogo pacitan wahahaha
    hoeeek byuuuuur, aku pernah juga di situasi kayak gitu mba, males yaaa.
    Tapi aku belum sempet benci mudik hihiiiii malah kangen jarang mudik mbaaa..kampung bapak aku di wonogiri

  31. Mudik menggunakan transportasi umum memang gak terlalu mengasyikan ya, Mbak. Apalagi harus rela mencium aroma keringat orang lain di satu ruangan. Kadang harus mau sambil berdesak-desakan pula.

    Orang tua saya juga selalu mengingatkan kami pada saudara-saudara mereka di perantauan, supaya tali persaudaraan tetap terjaga katanya. 🙂

  32. Ya Allah Mbak 9 jam, apalagi melewati medan yang menantang seperti itu, aku nggak yakin bakalan bisa survive. Pasti di tengah perjalanan akan mabok darat juga. Wong lebaran ke rumah Paklek di Lumajang yang ‘hanya’ 4 jam aja rasanya udah lamaa bangettt.

  33. Saya sejak kecil suka mudik, tapi sekarang udah enggak terlalu. Pernah punya pengalaman mudik naik mobil ALS, ya Allah duduk pake kursi plastik yang kayak mamang jual bakso di pinggir jalan. Dari Kebumen-Jawa Tengah menuju Lampung. Auto kapok karena betis udah kayak pemain bola sesampainya di Lampung hehe.

  34. nah, aku barusan tadi malam nonton di FLIK film Mudik yang mainnya Irwansyah. dari film itu, jadi nambah insight kenapa banyak orang yang ngotot dan bahkan berusaha segala cara untuk mudiik.

    1. Jadi pengen nonton juga deh. Jujur aja aku selama ni mudik demi formalitas kumpul keluarga besar. Di satu sisi mudik kemana juga, kampung halamannya ya sdh menjadi tempat domisiliku.

  35. Hahaha… untung ortuku masih satu kecamatan, jadi waktu kecil nggak pernah ngerasain mudik.
    Ngerasain seneng aja waktu lebaran dapat uang baru.

    Setelah dewasa baru deh ngerasain mudik, tapi nggak pernah naik bus (soalnya mabukan) jadi lebih pilih naik kereta api

  36. Saya malah pengen mudik tapi engga pernah mudik soalnya mama dan mertua deket. Masih satu RT juga. Jadi beginilah kalau menikah dengan orang yang domisilinya dekat. Hehe

  37. Perjalanan mudik itu memang melelahkan, menyebalkan, ribet dan ah ngak menyenangkanlah. Klo dibayangin perjalanan dan kerempongannya, uuuh saya juga benci mudik. Tapi, ah yang namanya kampung halaman itu entah kenapa manggil-manggil terus haha….

  38. Eh mbak sebelnya Kita kog samaan sih? Logikanya ketemu aja jarang ngapain minta maaf? Kesempatan bikin dosa saja nggak Ada kan ya wkwkw

  39. ngomongin mudik, aku malah menikmati dan menyukainya teramat sangat maak hahahha mungkin karena aku lahir dan besar di Jakarta, jadi saat harus mudik ke kampung halaman suamik rasanya tuh happy pisan

  40. Hahaaaa ada aja yang benci mudik yaaa!
    Beeenciiii banget kalo belum sukses sih intinya kalo aku!

    Tapi kalo udah jadi “orang'” (BACA : HORANGKAYAH) maka mudik adalah kegiatan paling menyenangkan sedunia. Pamerin perhiasan emas berlianya (ipar-iparku) pamer gadget barunya (ponakan-ponakanku) pamer bawa hamper super gede super mahal (bulikku dari Suroboyo) pamer anaknya ada di LN ga bisa pulang (budhe dari Semarang) pamer mobil baru (sepupuku yang kerja di bank BUMN) de el el

    sekian ghibah berfaedahnya

  41. wahh mewakili banget perasaanku saat mudik. beneran aku ga suka banget perjalanan jauh yang bikin mabuk dan muntah. pengennya langsung plung nyampe di kampung hehe
    tapi ya bagaimana pun juga mudik selalu dirindukan.

  42. Aku ga punya pengalaman mudik saat kecil, karena Mbah Kakung dan Putri dari pihak Bapak dan Ibuk ada yang bahkan sudah meninggal saat aku belum lahir, dan meninggal saat aku kecil
    Kalau cerita mudikku ya justru saat dah mernatau untuk seklah, kerja dan setelah menikah.
    Benci? Iya karena penuh drama di setiap perjalannya
    Cinta? Pasti karena bakal ketemu orangtua dan keluarga

  43. Hahaha… pertanyaan “KAPAN” yang nggak pernah ada habisnya ini yang suka bikin sebel ya mbak. Jadi kadang pengen menghindar aja buat ketemu si tukang tanya ini, tapi ya nggak bisa dihindari lha wong namanya mudik dan berlebaran, ya mesti mau ketemu sama mereka

  44. wah emang mudik pakai challenging banget ya mbak
    pacitan itu memang jalannya banyak yang belum bagus ya mbak
    jadi lebih menantang klo mudik ya

  45. wkakak aku pas mbaca ada salah satu penumpang Bus yang mutah, langsung membayangkan bagaimana mencekamnya susana di dalam bus. Paling gak bisa melakukan perjalanan yang “Umpel-umpelan” ditambah nuansa horor dari yang mabuk kendaraan. Oh tidakkkkkkkkk

  46. enak kali mbak bisa mudik. aku loh, gak punya kampung halaman. dari lahir mblekutek di sini aja. pas ortu jual rumah, makin gaje aku kalo lebaran

  47. wkwkwkwk
    itu nopo ada pacarku dipajang2 padahal mau tak kenalin ke suami dan anak-anakku wkwkwk
    aku bariu ini mudik mbak tapi ya gitu aja b aja rasanya
    terakhirnya ya itu paling ga ketemu sodara ketemu bapak ibu weees

  48. Kaget sama judulnya kak Nurul.
    memang mudik ini sungguh berat yaa… Tapi, kalau inget mo ketemu Ibu dan mas, langsung semangat lagi.
    Apalagi mudiknya ke Surabaya, tempatku sekolah dari SD hingga kuliah.

  49. Ditanya dengan frasa “kapan” itu emang nyebelin ya Mba, apalagi kalau ditanya sama orang yang gak kenal-kenal banget, dalam hati rasanya pengen nanya “Lu siapa sih?” tapi ya kenyataanya cuma bisa bales dengan senyuman aja hahah.

    Aku sendiri malah kebalikannya sih Mba, pengen ngerasain mudik, mungkin bakal ada rasa gak nyaman juga ketemu banyak orang baru, tapi ya tetep kangen dan pengen mudik:’)

  50. Ditanya dengan frasa “kapan” itu emang nyebelin ya Mba, apalagi kalau ditanya sama orang yang gak kenal-kenal banget, dalam hati rasanya pengen nanya “Lu siapa sih?” tapi ya kenyataanya cuma bisa bales dengan senyuman aja hahah.

    Aku sendiri malah kebalikannya sih Mba, pengen ngerasain mudik, mungkin bakal ada rasa gak nyaman juga ketemu banyak orang baru lagi, tapi ya tetep kangen dan pengen mudik hehe

  51. Nah kan, ketika tak lagi bisa mudik, baru deh kerasa kangennya ya mbaa…
    Aku nih tim ga pernah mudik. Orangtua dan mertua semua tinggal di Semarang sini heheee… Kakek nenekku di Wates pun sudah tak ada, jadi ya gini gini aja deh lebarannya. 🙂

  52. Mbak, maaf tapi aku ketawa ngakak baca tulisan Mbak wkwk. Entah kenapa rasanya aku kok ya bersyukur karena tiap kali ke rumah bulek, yang rumahnya juga di Pacitan, jalannya sudah kayak jalur motogp yang licin. Ditambah pakai motor pribadi, meski harus uyel-uyelan sekeluarga. Aku jadi inget pas ke Madura naik bus ekonomi, suasananya kurang lebih sempurna seperti itu. Apa aja ada wkwkwk

  53. Kebayang mudik itu ke kampung halaman ya? Sementara aku dari dulu ya tinggal di kampung halaman sendiri. Jadinya kalau pas lebaran dolan ke kota suami, dan nggak betah lama-lama. Panas

  54. hahaha seru ceritanya, ga kebayang gw. Dulu waktu kecil gw ga ada mudik2an karena memang di tempat mudik 😀 skrg sudah merantau nah baru dah soal mudik ini bikin puyeng, tapi Alhamdulillah sih, skrg bisa mudik nyaman pake kendaraan pribadi. Jadi mikirnya ya kayak road trip aja deh dibuat seru. Cuma udah ga mudik jg skrg krn corona. Taun depan mungkn yaa

  55. Seru yaaa mudik itu… Ceritanya banyak, benci tapi harus dilakukan. Begitu nggak bisa dillakukan jadi rindu hehehe. Aku sendiri waktu kecil nggak pernah mudik. Wong tinggalnya sama nenek kakekku. Mereka nggak pernah pulang kampung juga. Jadinya rumah mereka yang selalu dikunjungi orang. Anak-anakku pengalaman mudiknya menyenangkan, malah kalau udah mudik susah diajak pulang hehehe.

  56. Walaupun terkadang mudik itu butuh perjuangan dan nyebelin, tetap banyak orang yang ingin mudik. Karena seakan ada kenikmatan tersendiri setalah sampai ke kampung halaman, rindu yang selama ini tertahan bisa mengalir setelah tiba di kampung halaman.

  57. Ini jadi ngebayangin busnya deh. Dulu, masih kecil juga sering naik bus kalau keluar kota. Empet2an ama orang-orang.

    Tapi tetep, saya tim suka mudik, cuma gak tau kemana. Ortu, nenek sekota.
    Saya suka mudik, tapi jangan pas musimnya.

  58. Saya malah senang banget sama momen mudik, tapi kl dulu2 gak seneng sih mudik soalnya mabuk parah saat di perjalanan mudik. Namun lama2.akhirnya gak mabuk perjalanan lagi, jadi selalu kangen sama momen mudik

  59. Seumur umur saya belum pernah merasakan mudik. Baca cerita tentang mudik begini, menyenangkan buatku. Padahal yang melakoni belum tentu, ya 😂😂😂

  60. Jadi inget dulu tahun 2013 abis mudik Magetan pas pulang ke Jogja saya diajak Bapak Ibu ke Pacitan dulu. Seneng banget rasanya kala itu karena jarang bisa main bareng keluarga dan pantai pacitan termasuk yang bagus dan saya suka bangetttt. Semoga bisa ke sana lagi next time!

  61. Waktu kecil juga aku nggak suka mudik mbaaak
    Karena pasti selalu muntah sampe keluar ingus dan air mata
    Perihh

    Syukurlah sejak SMP udah nggak gampang mabuk darat lagi dan jadi suka mudik hehehe

  62. Hihihi… dari sekian cerita nggak enak tentang mudik, saya juga idem sih Mbak. Cuma di bagian yang bisa menikmati makanan enak-enak itu tuh yang rasanya nyenengin 😁

  63. Secuil surga yaitu bangku kosong, ah bener bangetttt di saat pulkam sangat berarti itu bangku kosong untuk pereda penat hahaha.
    Mba keluarganya banyak bangettt ini yang di foto pasti belum semua ya 🙂

  64. aku, sejak 1999 melakoni mudik setiap tahun mbak. Soalnya sejak 1999 aku kuliah di yogya, jadi harus mudik pulang ke medan setiap liburan.
    Saat menikah pun dibawa suami selalu merantau di kota lain selain medan sampai sekarang.
    jadi sampai sekarang pun.. mudik adalah hal yg paling ditunggu, karena dengan cara mudik, daku baru benar2 bisa bertemu dengan keluarga. hehehe

  65. Aku pun setelah menginjak usia 25 tahun ke atas juga benci mudik mbakkkkk 😦 bukan apa2, ya karena males jawab pertanyaan keluarga besar wkkwkwk

  66. (Pacitan ~ pantai Klayar…, mupeng ke pantai ini sejak lama…*gak ada yg nanyak ya*)

    Btw, sptnya saya tim yg cinta mudik. Sejak awal “merantau” kuliah di Surabaya, mudik adalah hal sensasional yg saya sukai, meski utk mudik perlu berjibaku. Pun saat tinggal di Banyuwangi kala itu, perjalanan gonta-ganti kendaraan Bayuwangi – Lamongan, yg rata-rata butuh waktu 10an jam (pernah juga sampe 12 jam), kecopetan HP, laptop, kehilangan dompet, dan saya tetap suka mudik. HIngga saat ini di Yogya, apalagi ktika Pandemi dan terbatasi aksi mudiknya….dudududu…rasanya nano-nano…
    #maaf ya Mbak, jadi numpang curhat dimarih

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: