Butuh Staycation…. di Ultah Perdana zonder Ibunda

Tanggal 25 September kemarin saya ultah (trus kenapa, Maaak?)

Iyaaa, iyaaa, saya tahu… usia udah nggak muda lagi, segala macam keriput, selulit, gelambir udah kompak menunjukkan eksistensinya di sekujur bodi. Trus, trus… emang ultah masih mau dirayakan gitu? Hihihi.

Well, eniwei, sebenarnya, dari tahun ke tahun saya nggak pernah celebrate my birthday. Selain karena alasan financial planning (alias medhit) saya juga enggak merasa bahwa “horray, lagi ultah niih!” adalah sebuah achievement alias pencapaian dalam hidup.

Semua orang akan ultah pada waktunya, ya kan? Apanya yang mau dirayakan? Wong, ultah itu semata0mata hanya karena kalender menunjukkan tanggal lahir kita. Sama sekali enggak butuh perasan keringat, darah dan air mata untuk menandai ultah kita. Jadii… Nothing special about anniversary whatsoever.

Justru, makin bertambah umur itu sama aja dengan friendly reminder bahwa jatah hidup kita tinggal beberapa jengkal aja.

So, ketimbang ngerayain dengan berhaha-hihi, ya alangkah baiknya kalo momen ultah justru jadi sarana kontemplasi “Udah ngapain aja gue setuwir ini?” dan “Abis gini, kebaikan apalagi yang mau gue goreskan dalam hidup?”

***

Akan tetapi, tahun ini momentum ultah saya sungguh berbeda. Untuk kali pertama,saya menandai berkurangnya jatah hidup, dengan suasana ngelangut. Tahun ini, ultah saya zonder Ibunda.

Ya. Ibunda saya berpulang, perjalanan hidup beliau berakhir setelah bertarung dengan genderuwo bernama kanker paru yang menggerogoti fisiknya.

Tahun ini adalah kali pertama saya bertambah tua, TANPA didampingi ibunda. Selama 34 tahun saya menghirup udara di bumi Indonesia tersayang, ada ibunda yang selalu menyunggingkan senyum, merapalkan doa untuk kebaikan putri tercinta (yang kadang ngeselin, kadang ngebetein dan toyorable ini)

25 September 2016, usia saya tepat 35 tahun.

25 September 2016, tepat sepekan Ibu berpulang.

Setiap ada pentakziah yang datang ke rumah, saya memasang wajah “ikhlas”, “tawakkal” dan gestur yang mengatakan, “Sudahlah tante, memang beginilah jalan yang harus dilalui Ibu… semoga beliau tenang dan masuk dalam surga-Nya.”

cimg4508

Nyaris tak ada air mata yang tumpah. Saya temui tamu, sambil menceritakan ikhwal penyakit Ibunda, apa saja terapi yang beliau jalani, bagaimana hari-hari akhir beliau sebelum berpulang, dan itu semua saya kisahkan…. dengan tenang. Lempeng.

Seringnya saya yang harus “menghibur” para tamu. Bukan mereka yang menghibur kesedihan saya. Saya selalu memasang tampang “It’s okay, it’s okay…” ketika para pentakziyah justru menangis terluka oleh kepergian ibunda saya.

***

Hari Jumat (16/9) ibu menghembuskan napas terakhir, dan Rabu (21/9) malam, saya sudah “beredar” ke event blogger di Hotel Bumi Surabaya. Sabtu (24/9) saya sudah nongkrong di Hotel Harris untuk ikut acara bareng tabloid keluarga. Jumat (30/9) saya kongkow di Resto Lauk Pauk bareng sahabat yang sudah tak bertemu selama 10 tahun terakhir.

Anda tahu, mengapa saya lakukan semua itu? Saya berharap, beredar di banyak event bisa membuat saya benar-benar legowo dengan kepergian Ibu!

img_0887

Saya pikir, saya bisa melampaui ini semua. Saya pikir, Allah beri kekuatan sedemikian dahsyat, sehingga saya sanggup berdiri tegak ketika jasad Ibu dimasukkan ke liang lahat…

Saya pikir, saya baik-baik saja.

Saya pikir, tak ada pedih yang menjerat jiwa.

Hingga kemudian….

***

…… Saya sadar selama ini saya telah berpura-pura.

 Saya berpura-pura bahwa Saya KUAT. Bahwa saya SANGGUP mengatasi ini semua. Bahwa TAK ADA TETESAN AIR MATA yang perlu tumpah. Toh, para pentakziyah juga manusia biasa yang punya masalah. Tak ada gunanya saya menangis meratap di hadapan mereka. Tak ada!

……Hingga saya sadar bahwa saya rapuh… Bahwa saya juga manusia biasa, yang lemah… Yang disengat kepedihan luar biasa, pasca berpulangnya Ibunda. Apalagi, Sidqi, anak saya sekaligus cucu favorit Ibunda, bolak/balik merasakan bahwa uti Fat-nya masih ada.

“Ibuk… Uti Fat masih di kamar depan loh, Bu. Ayok Bu, kita ajak ngobrol…”

“Ibuk… Uti Fat tadi sudah dibimbing sholat apa belum?”

“Ibuk… Ini waktunya mandiin Uti, ayo di-seko Buuu…”

“Utiii… utiiii….. Uti Faaat…..”

cimg4673
Sekarang, Uti Fat tak lagi bisa dolan ke Rumah Pohon

 

***

Maka…. dengan segala kerendahan hati, harus saya akui, bahwa jiwa ini butuh terapi. Ibunda adalah center of my universe. Beliau adalah pusat tata surya dalam perjalanan hidup saya. Maka, ketika beliau pergi, jiwa saya limbung. Walau saya berupaya denial dengan segala cara, ternyata saya belum sanggup. Belum mampu.

Barangkali, saya dan Sidqi sanggup ber-hasta la vista dengan segala ngelangut, apabila kami melakukan STAYCATION. Ya. Kami berdua harus “ambil jarak sejenak” dengan segala kenangan seputar Uti Fat. Kami harus meninggalkan kota Surabaya untuk beberapa saat. Untuk kemudian, kami menikmati indahnya kota Jogja dan merasakan kedamaian jiwa bersama HOTEL ADHISTHANA.

adhisthana
sumber: getaroomnight(dot)com

 

adhisthana-hotel-photos-exterior-hotel-information
Sumber: booked(dot)net
adhisthana-hotel-yogyakarta
Sumber: tripadvisor(dot)com

Barangkali dengan melakukan staycation, segala rasa yang tertampung dalam jiwa,akan menemukan muara katarsisnya.

Barangkali, dengan staycation, saya bisa menepi sejenak… Merasakan diri seutuhnya… Dan, pada akhirnya saya bisa mensyukuri setiap episode perjalanan hidup. Bahwa, sakit yang Ibunda rasakan, adalah cara Allah untuk mengangkat derajat beliau, untuk membakar semua dosa beliau. Bahwa, apapun takdir yang Allah tetapkan, semua itu adalah yang terbaik bagi kami. Walaupun tampak menyakitkan, pada hakikatnya itulah skenario terbaik bagi kami.

Staycation akan menginjeksikan positive-thinking dalam sukma. Saya harus tetap semangat dalam menjalani hidup!

 Heiii, bukankah hidup adalah kibaran semangat yang harus terus dijaga?

cimg4662
SEMANGAAAAATTT, Ibuuuuk….!

Maka, usai staycation, saya akan bermetamorfosis laksana “pribadi baru”. Yang jauh lebih matang, dewasa, penuh kontribusi dan siap menebarkan kemanfaatan dalam hidup.

Sidqi pun akan menjadi bocah dengan jiwa yang lebih sehat. Kian legowo. Sanggup memahami bahwa, Uti Fat-nya kini berpindah alam. Tapi, cintanya dan cinta kami semua tak pernah lekang oleh apapun. Oleh apapun.

I really need staycation. Yes, I do. (*)

 

“TULISAN INI DIIKUTSERTAKAN DALAM #PUTRIJALANJALAN GIVEAWAY YANG BERLANGSUNG SELAMA 3 – 30 OKTOBER 2016”

 

 

Author: @nurulrahma

aku bukan bocah biasa. aku luar biasa

42 thoughts on “Butuh Staycation…. di Ultah Perdana zonder Ibunda”

      1. ooo jadi ini tho pantai yang ada di lagunya Didi Kempot.

        btw mbak siapa bilang hari lahir kita nggak ada perjuangan. Ada lho, perjuangan, air mata dan juga darah. Tapi ibu kita yang berjuang.

  1. saya setuju banget ttg apa ultah itu. selama saya hidup, saya gak pernah merayakan ultah. utk ibunda, saya turut berduka cita. saya pernah merasakan bagaimana ditinggalkan oleh org tercinta kita. saya pernah ‘nyesek’ waktu ayah saya berpulang. staycation di hotel yg seperti itu, membuat refresh segalanya 🙂 hotelnya caem banget 🙂 udah lama gak mampir disini 🙂

  2. Kata-kata ini: “…. kebaikan apalagi yang mau gue goreskan dalam hidup?”
    Inspirasional banget!
    Iya, apakah yang akan kita lakukan?
    Bermanfaat bagi lingkungan, dimulai dari keluarga kecil kita di rumah.

  3. Turut berduka ya mbak atas berpulangnya ibu mbak Nurul. Berpura-pura tegar itu kadang memang perlu dilakukan ya mbak, karena kalo gak begitu kita kayaknya gak akan sanggup kehilangan orang yang kita cintai. That’s what I did when I my father passed away. Tapi pada akhirnya keikhlasan itu akan datang, walaupun mungkin belum sepenuhnya. Btw, happy birthday, Mbak Nurul si blogger kece. 😊

  4. “Semua orang akan ultah pada waktunya, ya kan? Apanya yang mau dirayakan? Wong, ultah itu semata0mata hanya karena kalender menunjukkan tanggal lahir kita. Sama sekali enggak butuh perasan keringat, darah dan air mata untuk menandai ultah kita. Jadii… Nothing special about anniversary whatsoever.”

    Setujuuuu sama paragraf ini. Saya juga nggak terlalu suka memperingati ulang tahun. Tapi kalo soal nginget ultah temen dan ngucapin, itu seneng banget! Karena kadang-kadang ucapan selamat bisa jadi alasan untuk kemudian ngobrol banyak, terutama ke teman-teman lama (kadang mereka bingung kenapa saya masih ingat ultah mereka). Sekalian juga bikin temen-temen senengg karena ada yang selalu inget hari kelahiran mereka. Mungkin agak paradoks, tapi ya begitulah

  5. Turut berduka ya mbak atas kepulangan ibu. Insya Allah mbak bisa lebih kuat setelah kepergian beliau 🙂
    Kayaknya liburan bisa jadi cara menyegarkan pikiran, tapi bukan berarti lari dari kenyataan. Hidup tetap terus berjalan. Insya Allah mbak bisa melaluinya dengan baik.

  6. Ya ampun, Mba, kukira ini postingan baru2 ini, terus baru ngeh ini Sidqi kok masih cilik teunan iki? Hihi…

    Alfatihah untuk Uti Fat, semoga almarhumah diberikan cahaya terang dan nikmat di alam kuburnya, ya, Mba. Aamiin.

    Btw, staycation emang menjadi salah satu cara melipur lara dan menjadi tool juga dalam handling stress ya, Mba? Bagiku ampuu, setidaknya pikiran dan tubuh jadi hepi dan refresh.

    Sehat selalu, ya, Mba. Sidqi juga. 😍😘

  7. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun… Turut berduka cita, Mbak…
    Tempatnya asik kayaknya, semoga sekarang Mbak sudah jembar (b. Sunda) alias lapang atau fresh. Saya juga suka tergoda staycation, mau nyoba ah…

  8. Mewek Mbaaaa, insha Allah semua akan baik-baik aja Mba, jangan sungkan nangis, nangis aja.
    Kalau udah puas ayoooo staycation lagi 😀

    Semoga sekarang udah lebih baik ya Mba, lebih semangat, insha Allah 🙂

  9. Duh,bikin kepengen staycation juga deh. Walopun gak ultah, gak ada perayaan apa-apa. Biar otak dan hati jadi lebih fresssh. 😀

Leave a comment