H. Siswanto
Owner BISMAR Group
Seulas senyum nan tulus tak pernah lepas menghiasi wajahnya. Dengan penuh semangat, pria kelahiran Banyuwangi itu selalu menyapa orang-orang yang berada di sekitarnya. Tak sedikitpun tampak raut muka lelah. Aura positif senantiasa memancar dari nada bicara dan gerak tubuhnya yang begitu lincah. Inilah sosok H. Siswanto. Di balik postur tubuhnya yang mungil, siapa sangka, pria berusia 35 tahun ini telah membawahi sejumlah ladang usaha dengan 200-an karyawan. Bisnisnya bervariasi, mulai dari komputer, properti, rental mobil, laundry, perkebunan sengon & jati, serta beragam bisnis lainnya. Semua lini usaha itu berada di bawah payung perusahaan BISMAR Group. Apa yang menginspirasi sosok Siswanto? Bagaimana ia membangun imperium bisnisnya? Berikut perbincangan NH dengan salah satu kandidat peraih Pro Poor Award, saat penjurian di Hall An Nuur, NH Surabaya beberapa waktu lalu.
Di usia 35 tahun, Anda sudah punya bisnis yang menggurita. Karyawan ratusan. Apa background Anda selama ini?
Saya berasal dari keluarga buruh tani di desa Banyuwangi. Kedua orangtua saya buta huruf. Kehidupan keluarga kami sangat memprihatinkan. Kendati demikian, orangtua masih bisa menyekolahkan saya di sebuah SMK di Banyuwangi. Setelah lulus, sayapun bertekad untuk mengubah nasib dengan hijrah ke Surabaya. Waktu itu, bekal saya nol, benar-benar bondho nekat. Saya diterima bekerja sebagai teknisi di sebuah toko alat elektronik di Plaza Surabaya. Suatu ketika, ada seorang ustadz yang berkata kepada saya, ”Jadilah Kepala Cicak, Jangan Jadi Ekor Buaya.” Maksud beliau, selama ini, saya bekerja sebagai karyawan di perusahaan milik orang lain. Walaupun saat itu, posisi saya terus menanjak naik, hingga dipercaya sebagai Kepala teknisi, toh, status saya adalah karyawan. Terus terang, kalimat itu begitu menggelitik benak saya.
Lalu, Anda memutuskan berwirausaha dengan semangat “Menjadi Kepala Cicak”?
Ya. Tahun 2000, saya buka usaha kecil-kecilan. Ya itu tadi, betul-betul modal dengkul. Saya melihat peluang di bidang reparasi komputer. Karena saya lihat, semua orang pakai komputer, tapi berapa banyak yang bisa menservis? Bisnis ini makin berkembang. Kemudian, saya buka lini bisnis lain, mulai dari persewaan mobil, laundry, dan bisnis lainnya. Dari ini, saya terpanggil untuk berbuat ‘lebih’. Saya mengajak beberapa anak yatim atau dhuafa untuk ikut training di Bismar Group. Kami beri mereka pelatihan di bidang reparasi komputer dan pendidikan teknis sesuai dengan bisnis yang ada. Semuanya Gratis, bahkan saya menyediakan asrama untuk mereka tinggal.
Apa yang mendasari Anda sampai tergerak mendidik mereka?
Saya lahir dan besar dalam kondisi ekonomi serba kekurangan. Tapi saya punya semangat untuk berubah dan menjadikan hidup ke arah lebih baik. Kita semua tahu, potensi generasi muda kita itu sebernarnya amat membanggakan. Hanya saja, kadang mereka tidak mendapatkan peluang. Nah, saya ajak mereka untuk sama-sama mencari peluang itu. Syaratnya, tentu saja, punya kemauan dan semangat kerja yang keras, disiplin, dan yang tak kalah penting harus ikut aturan Islam secara strict. Di asrama tempat mereka tinggal, saya memberlakukan aturan yang amat ketat. Bangun jam 4 pagi harus sholat shubuh berjamaah, kemudian ada jadwal yang harus selalu mereka patuhi. Saya tidak ingin, mereka mudah menyerah hanya karena alasan malas.
Kalau semua biaya serba digratiskan, apakah ini tidak membuat peserta pelatihan di tempat Bapak jadi ‘terbiasa enak’ dan akhirnya tidak berkembang?
Pola ini sudah saya antisipasi sejak awal. Setelah lulus pelatihan, mereka saya wajibkan untuk kuliah dan kerja. Jadi, kalau pagi sampai sore mereka bekerja, malamnya kuliah. Karena statusnya sudah ‘bekerja’, otomatis dia dapat gaji kan? Nah, saya ajak mereka untuk mengatur gaji dengan mengalokasikan sebagian pendapatan sebagai biaya kuliah. Dengan begitu, mereka terbiasa menerapkan pengelolaan finansial secara cerdas. Beberapa anak didik saya Alhamdulillah malah mengikuti jejak saya jadi pengusaha. Sebuah kebanggaan tiada terkira kalau mereka bisa menggapai keberhasilan lebih tinggi.
Anda tidak takut mereka bakal jadi pesaing bisnis Anda?
Prinsip yang selama ini saya anut adalah, “Mereka harus jadi ‘orang’, tak perlu khawatir kalau mereka akan jadi pesaing saya.” InsyaAllah, rezeki tidak akan pernah tertukar. Dan saya selalu terinspirasi dari Sabda Rasul, bahwa “Sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling banyak memberi manfaat bagi sesama.” Inilah yang tengah saya lakukan.
Di balik bisnis yang demikian pesat, siapa sosok yang begitu berharga dalam kehidupan Anda?
Kedua orangtua saya, terutama Ibu! Subhanallah, tentu saya tak akan bisa sejauh ini tanpa doa dan restu beliau berdua. Saya selalu mengalokasikan waktu khusus untuk mengunjungi Ibu saya di desa. Dulu, setiap kali akan ada transaksi penjualan dalam jumlah besar, saya mohon kepada Ibu agar meridhoi usaha yang dilakukan putranya ini. Alhamdulillah, doa orangtua memang luar biasa. Jangan sampai kita berbuat baik pada orang lain, tapi justru dzolim pada orangtua. Naudzubillahi min dzalik.
Anak-anak Anda sudah mulai tertarik untuk mengikuti jejak Anda sebagai pengusaha?
Yang jelas, mereka punya ketertarikan di bidang IT dan komputer. Maklum, lokasi usaha dan rumah saya memang satu kompleks, jadi mereka terbiasa berinteraksi dengan para karyawan. Saya belum membiasakan mereka dengan bisnis. Saat ini, yang saya dan istri lakukan adalah berupaya mendidik generasi yang sholih dan sholihah, serta semaksimal mungkin berbuat kebaikan untuk orang banyak. Semoga ini dicatat sebagai jariyah kami sekeluarga.(*)
Istri: Erna Susiloningrum
Anak: Asfa Rajya Hana Bismarani (kelas 3 SD Al-Hikmah Surabaya)
Daffa Haidar Ashar (kelas 1 SD Al-Hikmah Surabaya)
Moh. Fahri Akbar (umur 2 tahun)