Di Surabaya ada banyaaaaak banget tempat wisata yang bisa kita kunjungi. Sebutin deh, pantai kenjeran, kebun binatang, wisata religi di Ampel ataupun ke Masjid Al-Akbar, segambreeeng, ada semua! Apalagi wisata ngabis-ngabisin duit alias shopping to the max. Wohooo, dont worry, mall itu tumplek blek di kota ini.
Tapi, terkadang, saya pengin mengajak Sidqi untuk menjelajah Surabaya di destinasi yang more than just leisure and pleasure place belaka gitu. Duluuu, pernah ngajak ke Kaza Simulator Centre di mana kita bisa jadi pilot sehari gitu deh, ada simulator pesawat plus ada pemandunya juga… dengan ongkos yang muraaaaah banget, start from 15K aja cobaaak!
Baca: Jadi Pilot Sehari di Kaza Simulator Center
Tapi eh ladalaaah, ternyata wahananya tutup dong dong dong 😦 #mewekKejer
Padahal, menurut saya nih, Surabaya HARUSNYA lebih memperbanyak wahana semacam ini! Yang bisa jadi sarana edutainment! Karena kalau melihat progress mall dan aneka destinasi wisata “perongrong dompet”, bisa-bisa anak Surabaya malah terjangkit hedon akut doang.
Ish issshhh, serius amat makmu, duhai Sidqi??
***
Nah. Salah satu dari destinasi wisata yang edukatif itu adalah Museum House of Sampoerna.
Baca: Ayo ke House of Sampoerna
Ehem! Saya kasih disclaimer dulu yak. Begini. Ketika masih prawan ting-ting, saya emang memburu rezeki dengan jadi salah satu corporate slave di PT HM Sampoerna Tbk. Yeah, judge me… judge me 🙂 Terus terang, saya sebenarnya anti rokok. Bukan anti yang sampai jadi aktivis sih, tapi at least, saya menunjukkan dengan gestur plus kalimat verbal, bahwa saya tidak suka kalau ada orang yang merokok di sekitar. Beberapa kali ketemu teman yang asyik klebas-klebus sembarangan, saya pun bilang dengan tegas, “Ojo ngrokok, po’o! Ambune ora enak! Aku yo gak gelem keno penyakite!” (jangan merokok, dong! Baunya nggak enak! Aku juga nggak mau kena penyakit!)
Rupanya, jalan hidup orang sukar ditebak yak. Segitu bencinya saya ama rokok, ehhh… ujung-ujungnya kerja di pabrik rokok 😛
Dan bisa diduga, hari-hari saya nggak lepas dari rokok dong deh hahaha. Termasuk, sering bikin event, entah itu press briefing, media conference, media luncheon, termasuk mengajak sejumlah jurnalis untuk media tour ke beberapa lokasi yang menggambarkan kesuksesan keluarga Liem Seng Tee, pendiri pabrik rokok sekaligus generasi pertama keluarga Sampoerna.
Yap. I’m telling about Museum House of Sampoerna.
Kalau Anda googling, sudah banyaaaaak travel blogger yang mengulas tentang museum ini. Karena emang KEREN BANGET!
Selain menampilkan benda-benda terkait kisah perjalanan bisnis tembakau, museum ini sekaligus mengajarkan struggling spirit kepada para pengunjung. Bahwa, imperium bisnis tidak dibangun dalam sekejap mata. Bahwa, semua harus dilakukan dengan perjuangan, sendi dan tulang belulang yang harus dikerahkan sekuat daya, dan tak kenal kata “menyerah”.
Spirit itu yang ingin saya suntikkan pada Sidqi.
Maka…. di pagi yang cerah ceria itu, kami bertiga pergi ke sana. Menatap benda-benda bersejarah, saksi bisu perjalanan pendiri Sampoerna.
Ada penjelasan yang terpampang nyata di masing-masing benda pengusung histori keluarga maestro bisnis ini. Dalam beberapa hal, Sidqi tentu saja terpercik inspirasi. Ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bahwa sukses harus dirajut dengan semangat, kerja keras dan setengah “gila” karena yakin bisa menggapai asa yang telah terbentang!
Liem Seng Tee ini merantau dari dataran china, lalu karena ortunya meninggal, ia dititipkan ke salah satu sanak saudara. Sebelum tajir melintir dengan pabrik rokoknya, Liem Seng Tee kecil harus berjualan makanan untuk penumpang dari kaum marginal di KA ekonomi! Bayangkanlah. Bayangkanlah.
Sama sekali bukan zona nyaman. Tapi, itulah yang membuat ia meraih sukses yang gemilang!
“Maka… enak banget hidupmu sekarang kan, Sidqi? Bandingkan dirimu dengan masa kecil Liem Seng Tee! Kau tak perlu bersusah payah jualan nasi bungkus, sementara Liem kecil menjadi yatim piatu, dan harus melakukan segala cara supaya survive dalam hidupnya….!”
Di lantai 2, kita bisa melihat pabrik rokok, dengan pelinting yang aktif bekerja. Dentuman musik menggelegar, meningkahi tangan-tangan mereka yang begitu cepat melinting si ‘tuhan sembilan senti’ bagi para pemuja sedot tembakau itu.
Baca : Susi dan tuhan sembilan senti
Lagi-lagi, emak dan anak ini berbincang, sembari komentar sana-sini.
“Baunya nggak enak ya Buk!”
“Iyaaa… Makanya Sidqi nggak mau kan kerja di pabrik rokok? Yo wis, harus belajar yang rajin…! Supaya nanti bisa punya banyak pilihan profesi di masa depan!”
Sidqi manggut-manggut. Yeah, rokok memang pernah jadi bagian erat dalam hidup saya. Pundi-pundi keuangan keluarga kami bersumber dari sana. Bahkan, saya bisa menabung dan berangkat haji, juga dari menyisihkan rupiah demi rupiah hasil berladang di industri rokok.
Baca: Jadi Monster pas Berhaji
Tapiii… rokok juga yang menjadi “biang kerok” dalam hidup kami beberapa tahun berselang. Ibu saya berpulang karena kanker paru.
Walaupun dokter patologi anatomi menyatakan bahwa kanker paru ini penyebabnya random sekali… harus saya akui dengan getir, bahwa salah satu penghuni rumah kami adalah perokok aktif. Sangat aktif, bahkan sampai dengan detik ini.
Baca: Surat untuk Ibu
Lagi-lagi saya bilang pada Sidqi. Bahwa kita berkunjung ke sini, dalam rangka mengamati dan meneladani semangat juang pendirinya. Ibu sama sekali tidak menggiring Sidqi untuk menjadi perokok, misalnya. Justru Ibu akan berdiri di baris paling depan untuk SAY NO! to smoking.
Akan tetapi…. harus diakui, Sampoerna memang berhasil menancapkan kebanggaan. Saban ada tamu/ saudara ke Surabaya, dan bertanya “Enaknya jalan-jalan ke mana?”
Sudah pasti, “House of Sampoerna” menjadi destinasi yang kali pertama terpatri dalam benak.
Aaaah, dilema 🙂 Surabaya, ayoo dong, gerakkan lagi destinasi wisata yang mengusung nilai edukasi. Supaya kami tak harus mengajari anak nilai-nilai kebaikan, dari industri yang justru membuat banyak orang penyakitan.(*)
wah dari surabaya ya, saya tetangganya surabaya mbak. madura… salam kenal ya
Mbaak bisaa naik surabaya heritage track jugaa kalau pas main ke house of sampoernaa. . Hehehe asikk nanti diajak keliling” ke tempat” bersejarah di Surabaya. . 😁
Naah ini rencananya mau aku posting di artikel berikutnya hhahahaa
Surabaya kecee yaa jadi mupeng pengen jalan-jalan kesana.. Semoga disegerakan..
Hmmm..belum pernah kesuarabaya…he2 catet dulu deh..
sebenarnya sih menurut saya fine aja ke museum rokok buat anak krn samporena juga bagian dari sejarah tembakau di tanah air. mungkin bisa di jelasin sejarah tembakau masuk ke tanah air, industrinya dan paling penting mendidik anak bahwa rokok itu berbahaya . harusnya di museumnya juga ada kali ya mbak spanduk bahaya rokok hehehehe
Kalau untuk edukasi dan menambah wawasan sih saya setuju saja mbak. 😀
Asal jangan sampai mencoba untuk merokok, no way! 🙂
Semoga suatu saat ada perusahaan yang lebih hebat dan memberi kontribusi finansial kepada masyarakat daripada perusahaan rokok. Dan semoga sata punya salah satu perusahaan itu. hehe
lokasinya dimana mbak?pengen kesitu juga… 😀
wah aku baru denger mba ternyata ada ya museum rokok. sama mba akupun ga suka rokok, tapi entah mengapa teman-temanku perokok semua 😦
Waaah..belum pernah ke museum rokok, padahal sering muter-muter di daerah ini.
Ini salah satu tempat yang saya mau datengin seandainya ada kesempatan jalan2 ke Surabaya. Iya bisa juga ya ditanamkan ke anak2. “Grandpa Liem aja bisnis rokok bisa sukses. Nanti dek Shidqi insya Allah bisa punya bisnis atau berprofesi lain yang lebih baik ya.”
Kalau menurut saya, bagus sih mbak, anak dibawa ke museum rokok, Itu kan benda yang beredar bebas di Indonesia. Justru tugas orang tua mengedukasi efek samping dari rokok dan bagaimana dampaknya buat kesehatan… 🙂
dah ke musium air di basuki rachmad mbak? segeralah kesana kalo blm.. sp tau tar lg di gusur, hehehe..:D
dilema juga ya Mbak ngajak anak ke sini. Tapi bolehlah dicatat kalau kapan-kapan ke Surabaya 🙂
aku malah skip ga kesini pas di surabaya
Dilema dong mbak, meski gak menjamin membawa dampak buruk, tapi kemegahan historisnya memberi sedikit mimpi ke depan buat anak.
Nggak apa-apa sih ngajak anak ke museum rokok, biar tau sejarahnya. Seperti cerita di atas kan malah bisa jadi bahan diskusi sama anak. Memancing anak untuk peka dan kritis, bisa disisipi nasehat jg…
saya tulis di buku tamu, bahwa di museum tersebut harus dipasang peringatan bahaya merokok! dan untuk anak2 harus didampingi oleh orang dewasa. bagaimana pun juga unsur promosi rokok tetap ada di museum tersebut
dulu akhirnya aku malah nggak ngajak masuk anak2ku ke dalam museumnya mbak, cuman incip bus nya aja. Tapi iya lo pabrik rokok itu justru paling banyak beri beasiswa, kadang semacam miris ya…
Anak-anak saya dulu senang sekali lihat kecepatan tangan buruh rokok bekerja. yervihesna[dot]com
Saya jugaaaa!!! Say ikutan berdiri di barisan pertama say no to cigarette…duh, ga suka sama sekali! Do’a juga ah biar ga dikasih ‘teguran’/?/ bekerja di sana…amin.
Kadang sampe subjektif ga suka ke orangnya, tapi suatu saat pernah di tolong sama mas” yg lagi ngerokok, sy langsung istighfar hehehe,
Aku pun ndak kuat sama bau rokok, tapi beberapa orang terkasihku masih aja ngerokok, sedih, ngeliat mereka udah ketergantungan dan belum dapet hidayah buat nyetop hal ndak berguna itu 😦
Salam,
Rasya
Pernah sekali ke sini. Aku takjub melihat pegawai2 yang bekerja itu, cepaaaat sekali gerakan tangannya. Tapi waktu itu ada tulisan sih, dilarang motret pegawai2 yg sedang bekerja itu 🙂
House sampoena memang di ciptakan buat Kita untuk mengenal sejarah pendiri. Rokok tidak baik kesehatan tapi menyerap banyak tenaga kerja
Surabaya banyak ya destinasi wisatanya, saya malah belum pernah menjejakkan kaki di kota tersebut.
Tapi kalau untuk ke museum rokok, ehehehe, masih ragu duh.
Saya juga sebetulnya pengen ajak anak-anak ke sini kalau ada kesempatan ke Surabaya. Banyak yang bilang museumnya keren. Tetapi, pernah ada juga yang bilang kalau yang ke museum ini ada minimal usia. Anak kecil gak boleh. Ternyata boleh, ya
Waktu kami ke Kudus juga ke museum rokok sih. Menurutku nggak apa2 karena itu bagian dari sejarah ekonomi & industri bangsa. Nggak apa2 agar mereka tau sejarah sebuah perusahaan besar. Apalagi anakku kuliah di teknik industri.
Baru tahu aku mbak ada museum roko nih beneran deh. Tapi sah-sah aja yah sebagai wawasan juga.
Sudah lama tak ke Surabaya mbak pasti sekarang jauh lebih ramai ya. Dulu aku sering jalan di Siola, atau TP untuk sekedar refreshing. Kalau Minggu juga sering ke tempat wisata ….tapi house of Sampoerna ini belum pernah kusinggahi. Memang pro kontra ya tentang rokok. Di satu sisi Sampoerna pengen menunjukkan perjuangannya namun disisi lain keberadaan rokok dikhawatirkan berpengaruh pada generasi muda. Semoga akan bermunculan tempat wisata yang mengedukasi di Surabaya ya mbak.
serba salah sih. mungkin kalo aku tetap ngajak masuk ke dalam museum tapi sambil kasi nasehat tentang bahaya rokok bagi kesehatan
Huaa waktu ke Surabaya aku kesini lho kak, tempatnya unik dan bisa tahu sejarahnya juga, cuma memang kalau masuk kedalam , ke tempat pembuatan rokoknya aku ga kuat soale baunya terlalu menyengat.
.
Kisah Liem See Teng ini inspiratif ya Mbak. Anak-anak yang dari kecil ditempa oleh kesusahan lalu ia berjuang keras cenderung lwbih sukses dibanding yang lainnya.
Aku sih yes, karena bagaimanapun juga kita sebagai orangtua harus mengedukasi anak tentang rokok itu sendiri termasuk dampak buruknya jika mengkonsumi rokok.. aku belum pernah sih mengajak anak anak ke musim ini mbak, dan sepertinya jika saya ke surabaya nanti akan mengajak anak anak kesini juga
Berarti tetep dilematis ya mba ngajak anak ke HOuse of Sampoerna ini? Di satu sisi ingin meneladani semangat kerja Liem Seng Tee, tapi di sisi lain kok produk yang dihasilkan menjadi salah satu penyebab penyakit yang mematikan. Gimana doongg…
Industri rokok itu semacam duri dalam daging bagi dunia usaha kita sih menurutku. Dana mereka besar tapi dampak social dan psikologis ke masyarakat juga besar banget
Kalau saya kebetulan anti rokok mba, jadi mungkin untuk bawa anak-anak ke sini masih mikir berkali-kali hehehe. Tapi semua balik lagi ke pilihan masing-masing ya. Toh ada sisi positifnya juga. Hanya sekali lagi, balik ke preferensi. Eniwe, thanks untuk reviewnya yang kece badai..
Asal didampingi dengan baik dan tepat kita bisa tetap sampaikan sejarah dan info ttg industri rokok di tanah air ya
Saya sih yay aja Mbak asalkan kalau berkunjung ke sana gak ketemu dengan banyak orang yang merokok. Nggak tahan aja lama-lama cium bau rokok.
Tapi memang Hous of Sampoerna ini membangun dengan branding.
Di kampusku dulu ada beberapa The Corner House of Sampoerna.
Kampus aja acc loo…huhuu~
Kucedillaaa~
Aku belum pernah sekalipun ke museum rokok, malah baru tau kalau ad tempat kayak gini, tp penasaran banget pengen kunjungin juga
Durung keturutan. Kaan maneh iso nang Sby hiks
Gara-gara pandemi niiiii, aku yang baru move on ke Surabaya jadi langsung mengisolasi diri. Eeeh, belum sempat jalan-jalan eksplor Surabaya udah keburu pindah lagi ke Bekasi.
House of Sampoerna ini aku pernah lewat nih mba, tapi belum pernah mampir sekali pun. Soalnya cuma jalan-jalan lihat kanan kiri dari dalam mobil doang. Hehehe. Menarik juga ya. Kalo aku pribadi YES aja tuh, ngajakin anak ke museum rokok.
Kalau aku sih yes aja bawa anak2 berkunjung ke museum rokok. Kan bisa dijeskan apa dan bagaimana, bukan berarti setuju kalau anak2 merokok nantinya 🙂 Justru ada wawasan tentang sumber daya dari tembakau tersebut bisa dijadikan rokok dll, ini kan riil bukan mengada2. Mantap jalan2nya mbak.
yg ptg museumnya ok dan gak jadul. Jadi anak-anak dan ortunya betah berkunjung ya. Klo Sampoerna sih udh ngetop ya dimana-mana, diliat foto-foto dr mbak nurul…museumnya gak jadul, OK lah
Saya belum pernah ke museum rokok
Harus kesana nih
Melihat proses selalu menginpirasi dibanding hanya hasil ya?
Semoga kelak Sidqi jadi pribadi yang sukses dan bermanfaat bagi bangsa
Ya Allah turut berdukacita atas Ibu 😭
Aku merinding di bagian akhir. Akhirnya bisa lihat juga museum Sampoerna. Dulu cuma lewat aja sempat ke Surabaya. Memang mau bagaimanapun rokok tetap tidak baik. Semoga makin banyak wisata yang lebih edukatif aamiin.
Kalau diajak ke museum rokok untuk dijadikan pelajaran atau ada yang bisa dipetik ya saya sih Yay Yay aja asalkan di sana juga nggak banyak orang yang merokok karena saya memang menjauhi tempat-tempat yang penuh dengan asap rokok apalagi semenjak punya anak.
Ternyata ada ya mba museum rokok? Baru tahu aku. Untuk rokok emang aku anti banget, temasuk dengan orang perokok, tapi kalau lihat semangat pendirinya menjadi penyemangat buat kita karena kisah perjuangan pendirinya.
Patut di contoh seluruh sejarah bisnisnya. Walau bukan terhadap rokoknya.. tapi kita juga harus tau bagaimana proses dan jalan bisnis sebuah samporna sampai bisa sehebat sekarang. Jadi.. ya nggak papa dong ya ke museumnya untuk belajar mengenal sebuah bisnis. ya kan 😀
Beberapa kali ke Surabaya belum kesampaian berkunjung ke museum ini. Pas terakhir malah bawa anak main ke taman lalu lintas sama taman bungkul 😅
Nay kalo aku. Karena emang nggak suka sama semua yang berbau rokok. Hehe